Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Tidak Apa-apa Negara dan Bank Pusing, Sing Penting Pemilik Kendaraan Pribadi Bahagia

22 Februari 2019   17:47 Diperbarui: 22 Februari 2019   18:20 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Akan tetapi, bukan berarti kita justru memberikan jalan untuk mempermudah pembelian kendaraan pribadi baru. Bukannya memotong kewajiban uang muka, justru kita perlu "investasi" uang yang lebih besar di depan untuk memastikan kemampuan mereka membeli kendaraan dan mengurangi laju pembelian kendaraan baru. Pakai DP saja masih banyak kredit macet, apalagi tidak pakai DP yang berarti cicilannya semakin mahal dan belum yang lain-lain, duh.

Pertama, seseorang boleh membeli kendaraan jika sanggup untuk mengasuransikan baik diri maupun kendaraannya. Oleh karena itu, mereka harus menunjukkan bukti kepesertaan pada program proteksi jiwa, kecelakaan, dan kesehatan yang masih aktif. Kendaraan yang dibeli pun harus langsung diasuransikan lengkap dengan tanggungan pihak ketiga jika memenuhi kriteria underwriting, khusus untuk mobil berusia tiga tahun atau kurang wajib menggunakan asuransi komprehensif (all risk). Jangan sampai, bisa beli kendaraan tetapi tidak siap hilang, memperbaikinya ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, dan memberi tanggung jawab kepada korban ketika menyebabkan mereka celaka.

Kedua, subsidi pajak untuk mobil berjenis LCGC haruslah tepat sasaran, yaitu kepada individu yang saat melakukan pembelian tidak memiliki mobil lain. Jika sudah memiliki mobil dan/atau ingin menggunakan nomor polisi custom, individu boleh saja membeli mobil tersebut tetapi tidak diberikan subsidi pajak. Orang mampu mau diberi subsidi pajak, seharusnya malu dong?

Ketiga, ketika membeli kendaraan, individu harus melampirkan nomor rekening perbankan yang sudah aktif sebelumnya dan biasa digunakan untuk bertransaksi. Hal ini dilakukan sebagai sumber autodebet jika nantinya individu lalai melakukan pembayaran pajak kendaraan dan/atau lupa memperpanjang asuransi kendaraannya. Bisa beli kendaraan tetapi tidak bayar pajak, apa kata dunia?

Keempat, penerapan pajak progresif saat pembelian kendaraan dan pembayaran pajak tahunan harus terus dilakukan, bahkan dengan meningkatkan tarif pajak untuk pembelian kendaraan ketiga dan seterusnya. Jadi, kalau tidak siap bayar pajaknya, jangan beli kendaraan banyak-banyak ya.

Kelima, kendaraan yang memiliki kapasitas mesin di atas kebutuhan haruslah dikenakan pajak tambahan. Misalnya, sepeda motor di atas 150cc, mobil berkapasitas dua orang di atas 660cc, mobil hatchback dan sedan di atas 1200cc, juga mobil MPV dan SUV di atas 1500cc (bensin) atau 2500cc (diesel). Belum tentu juga tenaganya terpakai, untuk apa beli kendaraan dengan kapasitas mesin yang besar? Menang gengsi, BBM-nya boros, hanya menambah berat beban impor negara.

Keenam, kendaraan dengan konsumsi luasan ruas jalan di atas kebutuhan rata-rata juga haruslah dikenakan pajak tambahan. Misalnya, motor gede (moge) atau mobil sport berkapasitas dua orang, yang punya pasti orang kaya kan?

Ketujuh, jika perlu, individu yang ingin membeli kendaraan mewah diwajibkan untuk mengikuti program BPJS Kesehatan kelas I dan membeli sejumlah saham BUMN terkait infrastruktur yang tidak bisa dijual selama kendaraan tersebut masih dimilikinya. Jangan hanya mau menikmati ruas jalan yang mulus dan lancar, tetapi juga harus berkontribusi terhadap permodalan mereka yang membangunnya dan membantu masyarakat yang berkesulitan.

Kedelapan, jika perlu pula, setiap pemilik kendaraan diharuskan menunjukkan kartu e-money khusus dengan saldo yang cukup untuk mendanai kebutuhan bahan bakar, parkir, dan biaya jalan tol kendaraannya selama setahun setiap kali membayar pajak tahunan. Adapun besaran yang bisa ditetapkan paling tidak Rp1 juta untuk sepeda motor atau Rp5 juta untuk mobil. Jangan sampai, hanya sanggup membeli kendaraan saja tetapi ujung-ujungnya dibungkus di rumah karena tak sanggup membiayai operasionalnya.

Usaha-usaha untuk membatasi kepemilikan kendaraan pribadi memang selalu menimbulkan pro dan kontra, khususnya terkait nasib investasi pengusaha otomotif dan mata pencaharian para pekerjanya. Akan tetapi, jika hal ini tidak dilakukan, masalah kemacetan dan tingginya kebutuhan infrastruktur seperti ini tidak akan terselesaikan.

Sampai kapanpun, akan sulit mengalihkan masyarakat ke transportasi publik dan mengurangi kebutuhan untuk membangun ruas jalan baru. Hal terpenting yang pada akhirnya harus dicapai adalah penggunaan uang untuk hal-hal yang benar perlu, menyasar masyarakat kelas bawah, dan mengurangi kebutuhan utang baru. Jangan sampai, pemilik kendaraan pribadi berbahagia di atas kepusingan negara, BUMN, dan dunia perbankan.

Christian Evan Chandra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun