Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

UBER, "Car Pooling", dan Transportasi Publik untuk Atasi Kemacetan Jakarta

9 November 2017   05:56 Diperbarui: 9 November 2017   07:40 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret kemacetan Jakarta di sore hari, merupakan dokumen pribadi.

Sudah menyaksikan video UBER Boxes Surprise? Bagi sebagian orang, mungkin video ini terasa lucu atau berlebihan dengan orang-orang yang berjalan menggunakan kardus. Terlebih lagi, di bagian akhir terdapat prediksi bahwa Jakarta bisa mengalami kondisi kelumpuhan lalu lintas sepenuhnya dalam lima tahun ke depan. Video ini memang merupakan hasil kreativitas, tetapi mampu mencerminkan kemacetan di Jakarta sebagai realita dan dilema yang harus kita hadapi.


Realita, dampak, dan solusi yang telah dijalankan

Bertambahnya penduduk dan jumlah kendaraan yang digunakan untuk beraktivitas membuat Jakarta semakin hari semakin macet. Hal ini bisa terjadi karena tersedianya kendaraan baru dengan harga terjangkau dan persyaratan pengajuan kredit yang tergolong mudah. Kapasitas ruas jalan tidak bertambah sehingga kendaraan menumpuk baik mobil maupun sepeda motor. Jika dulu melewati jalan tikus bisa mempersingkat waktu tempuh, sekarang hal tersebut tak lagi ampuh karena kondisinya sama-sama macet dan motor pun tak punya ruang untuk menyalip.

Dulu, jarak antara tempat tinggal dan salah satu pusat perbelanjaan favorit bisa ditempuh dalam 15 sampai 30 menit dengan kendaraan pribadi. Sekarang, kondisi tercepat membutuhkan waktu tempuh 1 jam. Jika ruas jalan macet parah, waktu tempuh meningkat hingga 4 jam dan sudah cukup untuk pergi ke Bogor atau Bandung. Ketika hujan deras mengguyur, situasi semakin parah dan waktu tempuh tak lagi bisa diprediksi. 

Tiba di lokasi, saya masih membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mencari lahan parkir yang kosong. Ketika pulang, saya lagi-lagi membutuhkan waktu sekitar 35 menit untuk mengantre di pintu keluar. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa saya menghabiskan waktu hampir 1 jam hanya untuk masalah perparkiran dan untuk itu saya harus membayar tarif parkir tambahan. 

Lebih parahnya lagi, saya pernah disuruh membayar biaya parkir meskipun saya tidak mendapatkan lahannya dan hanya berputar-putar sebelum memutuskan untuk meninggalkan lokasi. Saat itu, beberapa orang memilih memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan meskipun sudah ada rambu dilarang parkir terpasang.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di satu titik, tetapi juga di titik lainnya. Kemacetan bisa membuat posisi tidak berpindah sedikitpun dari suatu titik selama lebih dari satu jam tanpa memedulikan jam berapapun saya berada di titik tersebut. Pengalaman terburuk pernah terjadi ketika saya memulai perjalanan pulang pada jam 5 sore dan tiba di rumah hampir jam 12 malam dengan jarak kurang dari 10 km.

Sepanjang perjalanan, para pengendara bergantian membunyikan klakson. Ketika banyak kendaraan sedikit bergerak maju dan salah satu kendaraan diam, pengendara di belakangnya langsung membuka jendela dan meneriakkan kata-kata kasar. Beberapa pengendara diam di kendaraannya sambil membuka jendela dan sisanya turun untuk membeli camilan. 

Memasuki ruas jalan yang lebih luas dan lancar, mereka mengebut dan saling menyalip sehingga bisa cepat sampai di tujuan. Membuka pintu rumah, tubuh sudah lelah, pegal, mengantuk, kehilangan tenaga, lapar, dan haus. Belum lagi saya harus mandi di tengah malam dengan air yang begitu dingin dan menuntaskan pekerjaan yang harus diselesaikan. Hasilnya tidak maksimal, waktu tidur berkurang, keesokan harinya dijalani dengan rasa kantuk dan sakit kepala yang tak tertahankan.

Pemprov DKI Jakarta bukannya tidak melakukan usaha untuk mengurai kemacetan. Beberapa ruas jalan diperlebar, jalan layang dan underpass dibangun, titik penyebab kemacetan seperti perlintasan kereta api ditutup. Alih-alih berkurang, kemacetan justru semakin menggila dan melebar ke mana-mana. Pembatasan 3-in-1? Joki siap membantu mobil yang kekurangan penumpang. Pembatasan nomor kendaraan ganjil-genap? Tidak berpengaruh terhadap masyarakat kelas atas yang mampu membeli lebih dari satu unit kendaraan dengan memesan nomor kendaraan sesuai pilihan. transportasi publik pun disediakan dengan berbagai pilihan, yaitu TransJakarta. 

Sayang, keterbatasan lokasi yang dijangkau, kapasitas penumpang yang diangkut, dan ketidakpastian jadwal membuatnya kurang bisa diandalkan untuk mobilitas sehari-hari, khususnya ketika menghadapi hal penting dan mendadak. Belum lagi faktor keamanan dan keselamatan ketika para penumpang berebut mendapatkan posisi di dalam bus dan berebut lagi untuk turun di halte tujuan. Beralih ke sepeda motor? Risiko kecelakaan meningkat dan pengendara tak bisa melintas di ruas jalan yang dilarang.

Solusi lebih baik untuk #UnlockJakarta

Kita tentu berharap kelumpuhan lalu lintas dan terkuncinya seluruh akses di Jakarta tidak akan pernah terjadi. Kita juga berharap kapasitas ruas jalan bisa bertambah, jumlah penumpang yang diangkut transportasi publik meningkat, dan pelayanannya lebih baik lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, kita juga tahu bahwa transportasi publik tidak bisa memenuhi kebutuhan perjalanan titik ke titik. Jadi, bagaimana solusi yang terbaik?

Uber sebagai salah satu penyedia jasa transportasi daring yang sudah berpengalaman di berbagai negara kini menjalankan sistem car pooling bernama UberPOOL. Caranya, penumpang dengan rute perjalanan searah dan bepergian maksimal dengan satu orang pendamping bergabung di satu mobil. Pengendara akan menjemput dan menurunkan penumpang di lokasi asal dan tujuannya masing-masing.

Perbandingan tarif TransJakarta (kiri atas), KRL Commuter Line (kanan atas), UberX (kiri bawah), dan UberPOOL (kanan bawah). Ilustrasi diunduh dan dikolase dari www.krl.co.id, Liputan6, dan screenshot aplikasi Uber.
Perbandingan tarif TransJakarta (kiri atas), KRL Commuter Line (kanan atas), UberX (kiri bawah), dan UberPOOL (kanan bawah). Ilustrasi diunduh dan dikolase dari www.krl.co.id, Liputan6, dan screenshot aplikasi Uber.
Perbandingan tarif perjalanan dari Stasiun Duri ke Stasiun Manggarai dengan KRL Commuter Line, car pooling, dan taksi daring. Ilustrasi merupakan kolase dari screenshot KRL Access dan Google Maps.
Perbandingan tarif perjalanan dari Stasiun Duri ke Stasiun Manggarai dengan KRL Commuter Line, car pooling, dan taksi daring. Ilustrasi merupakan kolase dari screenshot KRL Access dan Google Maps.
Keuntungannya untuk penumpang adalah tarif lebih murah dan suasana perjalanan lebih menyenangkan bersama relasi baru. Siapa tahu, suatu saat teman seperjalanan ini bisa menjadi rekan bisnis, teman curhat, atau bahkan pasangan hidup. Waktu tunggu sampai mobil datang juga lebih cepat karena mobil tersebut tidak harus berada dalam kondisi kosong tanpa penumpang. 

Di sisi pengemudi, produktivitas akan meningkat apabila mobil selalu penuh setiap perjalanan. Penggunaan waktu lebih efisien, bahan bakar lebih hemat, pendapatan lebih besar. Untuk kota secara umum, sistem ini akan mengurangi tingkat kemacetan sehingga pemborosan BBM yang selama ini terjadi tak perlu terulang, polusi udara bisa diturunkan untuk mengurangi laju pemanasan global dan penyakit pernapasan, dampak negatif di jalanan seperti perkelahian antarpengemudi dan kecelakaan bisa ditekan, dan kita tak perlu terus mengekspansi ruas jalan serta lahan parkir. Kita bisa berangkat dari rumah, turun tepat di tujuan, dan pulang kembali ke rumah dengan nyaman, tidak kepanasan, dan tidak kehujanan tanpa perlu memikirkan masalah perparkiran.

Berbagai keuntungan sistem car pooling seperti tertuang dalam ilustrasi dari www.ridemycar.org.
Berbagai keuntungan sistem car pooling seperti tertuang dalam ilustrasi dari www.ridemycar.org.
Kita juga bisa mengucapkan selamat tinggal kepada dua statistik berikut.
  • Sesuai pernyataan Head of Public Policy Uber Indonesia yang dituliskan di Katadata, rata-rata pengemudi mobil di Jakarta membuang waktu 90 menit dalam kemacetan. Selama setahun, pengguna mobil menghabiskan 22 hari per tahun di dalam kendaraan. Angka ini lebih tinggi dibandingkan di kota-kota besar lain di Asia bahwa rata-rata kemacetan hanya memakan waktu 52 menit, parkir 26 menit, dan rata-rata pengguna mobil berada dalam kendaraan hanya selama 13 hari per tahun.
  • Dikutip dari situs Jakarta Smart City, Uber memaparkan bahwa dalam surveinya terhadap 9.000 responden selama Juli hingga Agustus 2017, sebanyak 74% responden di Jakarta melewatkan atau sangat terlambat menghadiri acara penting akibat kemacetan. Sebanyak 84% pemilik responden menyatakan bahwa waktu yang terbuang karena kemacetan adalah kerepotan terbesar memiliki mobil. 60% responden menyatakan mereka kesulitan menemukan lahan parkir dan 45% mengeluhkan biaya parkir yang tinggi.

Dengan sistem car pooling, kita berpotensi menurunkan 60% jumlah mobil dari jalanan alias hampir 2,5 juta kendaraan. Jakarta bisa mengalihkan sekitar 14.600 lapangan sepakbola yang saat ini difungsikan sebagai lahan parkir.

Bergantung pada car pooling?

Meskipun demikian, akan tetap lebih baik jika kita bisa berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi publik ketika jarak tempuh perjalanan tidak terlalu jauh, tidak sedang terburu-buru, atau lokasi tujuan dekat dengan halte/stasiun. Berjalan kaki dan bersepeda tidak memproduksi emisi karbon sama sekali, tidak membutuhkan ruang gerak yang besar, dan merupakan kegiatan olahraga. Transportasi publik memiliki kapasitas angkut per perjalanan lebih banyak dan membebankan biaya lebih murah untuk jarak lebih jauh sekalipun.

Menata transportasi yang benar-benar mumpuni

Setelah adanya solusi berupa car pooling dan transportasi publik untuk mencegah kebuntuan lalu lintas di Jakarta, kita harus menatanya dengan baik agar benar-benar mumpuni dalam memenuhi kebutuhan mobilitas warga.

  • Waktu tunggu transportasi publik dikurangi dengan menambah frekuensi perjalanan dan kapasitas armada serta memertahankan ketepatan waktu.
  • Penambahan rute transportasi publik dan peningkatan kualitas halte atau stasiun serta armada untuk menjangkau lebih banyak daerah dan meningkatkan kenyamanan penumpang.
  • Pemerataan kualitas infrastruktur yang memadai untuk transportasi publik dan car pooling demi efisiensi waktu tempuh dan mencegah kerusakan armada.
  • Menjaga stabilitas server aplikasi untuk dapat diakses banyak orang dan juga stabilitas tarif perjalanan.
  • Memastikan pelayanan pengemudi mitra sistem car pooling sesuai standar yang berlaku dan tidak merugikan serta membahayakan penumpang. Hal ini mencakup usia armada, standar fitur armada, perawatan armada, cara berkendara, pemahaman terhadap peta, rambu lalu lintas, dan aturan yang berlaku, keramahan dalam melayani penumpang, menaikkan dan menurunkan penumpang di tempat yang benar, juga menerima permintaan penumpang tanpa membedakan waktu perjalanan, jarak, pendapatan yang diterima, dan metode pembayaran.
  • Memperketat peraturan dan sanksi pelanggaran bagi para pengendara untuk meningkatkan disiplin dan keamanan berlalu lintas.
  • Membatasi jumlah kendaraan yang dimiliki per keluarga dan usia kendaraan yang boleh melintas di jalan.

Penambahan layar televisi di dalam armada transportasi publik memberikan hiburan dan informasi menarik bagi penumpang sekaligus memberikan peluang pemasukan dari iklan bagi pengelola. Foto merupakan dokumen pribadi.
Penambahan layar televisi di dalam armada transportasi publik memberikan hiburan dan informasi menarik bagi penumpang sekaligus memberikan peluang pemasukan dari iklan bagi pengelola. Foto merupakan dokumen pribadi.
Jika sinergi transportasi publik dan car pooling sudah mampu memberikan pelayanan terbaik dalam memenuhi kebutuhan mobilitas, perlahan tapi pasti masyarakat akan meninggalkan kendaraan pribadinya untuk mendapatkan kenyamanan dan ketenangan lebih dengan harga yang lebih murah. Jakarta terhindar dari risiko kebuntuan lalu lintas dan menjadi kota yang lebih menyenangkan. Siapa yang harus berusaha mewujudkannya? Kita semua dan dari sekarang!

Jakarta, 9 November 2017

Christian Evan Chandra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun