Mohon tunggu...
Reni Susanti
Reni Susanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas, penyuka travelling, nonton, fotografi, dan menulis.

Penulis lepas, penyuka travelling, nonton, fotografi, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenalkan Mainan Tradisional pada Anak "Down Syndrome"

21 April 2019   09:37 Diperbarui: 21 April 2019   10:13 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permainan egrang. (Dok Komunitas Hong)

TAHU jenis permainan paciwit-ciwit lutung? Permainan asal Jawa Barat ini menggunakan tangan sebagai media utama.

Cara mainnya, tiga anak atau lebih berkumpul duduk atau berdiri membentuk lingkaran. Lalu tangan mereka disimpan di tengah lingkaran.

Tangan-tangan tersebut saling mencubit hingga membentuk tumpukan (susunan) tangan, diiringi sebuah nyanyian, berbunyi: paciwit-ciwit lutung, si lutung pindah ka luhur.

Tiap selesai nyanyian, tangan paling bawah akan naik ke atas. Terus berlanjut seperti itu, hinggi tinggi tangan melebihi kepala.

Bahkan anak-anak kerap sampai jinjit dan tertawa terbahak-bahak saat tangan sudah terlalu atas dan sulit digapai.

"Paciwit-ciwit lutung ini bisa dikenalkan kepada anak-anak down syndrome (ADS)," ujar Esther Miory Dewayani dari Dinas Kesehatan Jawa Barat di hadapan puluhan ADS dan orang tuanya di Museum Sri Baduga Bandung, belum lama ini.

Esther mengatakan, paciwit-ciwit lutung akan mengajarkan ADS cara bersosialisasi, berinteraksi, bersabar, keceriaan, dan berbagi peran.

Seperti saat tangan ADS harus pindah ke atas atau menanti giliran. Secara tidak langsung, permainan ini mengajarkan berbagi peran.

Tak hanya paciwit-ciwit lutung. Ada berbagai permainan tradisional yang bisa dikenalkan pada ADS. Misalnya congklak. Permainan ini mengajarkan banyak hal dari berbagi peran hingga matematika.

"Congklak bisa digunakan untuk belajar berhitung, interaksi, bersosialisasi dengan teman, dan tentunya berbagi peran, kapan waktunya main, kapan waktunya diam," ucapnya.

Permainan tradisional, sambung Esther, bagus untuk ADS. Permainan ini akan membantu orangtua ataupun guru yang menangani ADS.

"Ini bisa jadi bagian implementasi UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabiltas. Ada hak yang harus dipenuhi, mulai dari hak pendidikan, pekerjaan, hidup sosial, berseni budaya, agama, dan lainnya," ucapnya.

Esther mengungkapkan, dari data Dinas Pendidikan Jabar, pada 2015 jumlah ADS yang bersekolah di Jabar 3.000an siswa.

Namun secara keseluruhan, jumlahnya bisa mencapai 5.000 ADS. Sebab tidak semua ADS sekolah di SLB. Ada yang home schooling dan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun