Mohon tunggu...
Reni Susanti
Reni Susanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas, penyuka travelling, nonton, fotografi, dan menulis.

Penulis lepas, penyuka travelling, nonton, fotografi, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pidi Baiq, Ridwan Kamil, dan Kontroversi Pojok "Taman" Dilan

25 Februari 2019   09:30 Diperbarui: 25 Februari 2019   15:08 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pidi Baiq (Foto: Reni Susanti)

Minggu, 10 Februari 2019, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengemukakan rencananya tentang pembuatan Taman Dilan di rumah dinasnya. Para pemain berikut produser Dilan 1991 yang hadir di ruangan itu langsung menyambut gembira atas apresiasi gubernur terhadap perfilman Indonesia tersebut.

Namun tidak bagi sebagian warga Bandung. Mereka memprotes pemberian nama Dilan pada taman yang akan dibangun tersebut. Ada beberapa tanggapan yang mengemuka, terutama di media sosial.

Mulai dari siapa Dilan hingga harus dijadikan nama ruang publik di Bandung. Lalu, mengapa Ridwan Kamil yang kini sudah menjadi gubernur masih mengurusi taman. Apakah ia belum bisa move on dari jabatan lamanya sebagai wali kota.

Waktu bergulir, hingga hari itu pun tiba. Minggu, 24 Februari 2019, berbarengan dengan Hari Dilan, Ridwan Kamil, Menteri Pariwisata Arief Yahya, dan para pemain Film Dilan 1991 melakukan peletakan batu pertama Sudut Dilan di area GOR Saparua, Bandung.

Ridwan Kamil saat itu mengatakan, Pojok Dilan akan dijadikan sebuah tempat literasi dan film. Sebab film Dilan sendiri merefleksikan dua nilai, sastra dalam bentuk novel, yang kemudian diwujudkan menjadi film.

Dua dimensi itu diharapkan terus muncul di masa depan sehingga ruang publik itu bisa dipakai untuk membaca novel, sastra, dan kegiatan dalam dunia menulis tersebut. Selain itu, Sudut Dilan ini pun diharapkan menjadi pariwisata ruang publik.

Meski sudah mengganti namanya dari taman menjadi sudut/pojok Dilan, namun kontroversi tetap berlangsung. Salah satu mahasiswa, Fajar mengatakan, tindakan gubernur berlebihan karena Dilan bukanlah tokoh nasional ataupun Jawa Barat. Ia menilai, banyak tokoh sastra di Indonesia, kenapa bukan mengambil nama tokoh tersebut. "Atau kenapa tidak menjadi Sudut Pidi Baiq saja yang menciptakan tokoh Dilan?" katanya.

Mengutip Pikiran Rakyat (24/2/2019), pengamat kebijakan publik dari Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan menilai penamaan "Dilan" di ruang publik tidaklah relevan.

Sebab saat membuat bangunan monumental pasti ada peristiwa kesejarahannya bagi masyarakat setempat. Ada simbol sosiologis dan makna yang terkandung dari bangunan monumental tersebut. Ia pun tidak tahu apakah ini bagian dari upaya meraih simpati generasi milenial.

Bahkan pengamat politik Universitas Padjadjaran Firman Manan mengaitkannya dengan Pilpres 2019. Ia menilai hal tersebut akan memberikan insentif tersendiri bagi Ridwan Kamil. Sebab sentimen positif akan lahir dari milenial, yang menilai Ridwan Kamil berhasil mempertahankan positioning dengan kedekatan milenial.

Di tengah penilaian negatif tersebut, ada pula penilaian positif. Salah satunya Ridwan Mustafa, mahasiswa di Bandung. Ia mengatakan, Bandung perlu banyak ruang publik, lalu untuk apa mempermasalahkan penamaan dari taman tersebut. Toh nanti, yang protes dan yang setuju bisa duduk bareng di taman tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun