Mohon tunggu...
Moersalin M
Moersalin M Mohon Tunggu... -

Hanya Pengembara yang terlalu cinta dengan negerinya.\r\n\r\nhttp://moersalins.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terima Kasih Tsunami!

26 Desember 2011   17:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:43 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa minggu lalu, ketika saya menghadiri sebuah seminar tentang penanganan emergency di sebuah universitas di Jerman, tiba-tiba saya diminta untuk mempresentasikan pengalaman waktu menghadapi tsunami tahun 2004 lalu, penangan pasca tsunami serta keadaan Aceh saat ini. Di seminar ini, saya adalah satu-satunya peserta asal Aceh, sedangkan yang lain umumnya berasal dari Eropa atau Amerika dan sangat sedikit dari mereka yang pernah ke Indonesia. Saya hanya diberikan waktu kurang dari 1 jam untuk menyiapkan presentasi selama 20 menit tersebut. Jadinya saat jam istirahat untuk makan siang, saya gunakan untuk shalat dan browsing informasi dan foto Aceh. Selesai rehat, presentasi di mulai oleh seorang peserta asal Jerman tentang pengalamannya di Sudan dalam memangani darurat nutrisi di negara tersebut. Berikutnya baru giliran saya.

Saya memulai presentasi dengan sedikit bertanya kepada peserta mengenai pendapat mereka tentang tsunami itu sendiri. Mereka sangat antusias untuk memberi jawaban, dan umumnya menganggap tsunami itu sebagai sebuah bencana alam yang menurut sebagian mereka dapat di cegah jika ada system yang baik. Saya mengucapkan terima kasih.

Kemudian saya memulai dengan kata-kata „Tsunami bagi saya sebagai orang Aceh adalah sebuah rahmat/anugrah (blessing)!“ seluruh ruangan terdiam dan seluruh mata menatap saya. „iya, Tsunami is a blessing, not a disaster!, sambung saya lagi, dan ruangan kembali sepi. Selanjutnya saya menceritakan pengalaman pribadi sebelum tsunami itu datang, tentang pahitnya hidup didalam konflik berkepanjangan, tentang hidup dimana kami tidak pernah bisa tahu apakah hari esok akan ada kehidupan, tentang hidup dimana berita koran setiap hari tentang orang hilang dan mayat yang di temukan, kisah dimana untuk pulang kampung saja harus diperiksan setiap 1 kilometer, dan kisah diinterogasi berjam jam dan kisah2 lain yang sangat malas untuk saya sebutkan.

Kemudian saya mencoba membandingkan dengan Tsunami. Betul telah tsunami membunuh begitu banyak manusia, termasuk paman saya sendiri, keponakan, sepupu, dan ratusan sahabat lainnya. Tsunami juga membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, tapi kami bukan bangsa yang mudah kehilangan harapan. Bagi kami Tsunami adalah pemberian Tuhan, kami tak pernah protes. Sebagai bukti, saya belum pernah mendengar ada orang aceh yang bunuh diri karena keluarganya meninggal saat Tsunami, sedangkan dala bencana Katrina yang terjadi di amerika beberapa saat kemudian, justru banyak yang bunuh diri. Ruangan masih terdiam!

Bagi saya, tsunami adalah tonggak bagi bangsa kami untuk bangkit. Tsunami berhasil mempersatukan kedua belah pihak, dalam hal ini pemerintah RI dan GAM, yang selama ini bertikai untuk duduk bersama, berdamai dan menatap Aceh kedepan. Dengan perdamaian ini, rakyat kami kembali bisa berkebun, mengolah tanahnya yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan. Anak-anak kembali bisa sekolah tanpa ada rasa kwatir bila-bila kontak senjata kembali meletus. Pedagang juga bisa kembali berniaga tanpa harus khawatir dengan tukang pungut tak bertanggung jawab, pegawai juga kembali bisa berkantor tanpa ada teror, dan saya bisa pulang ke rumah orang tua tanpa takut untuk di tuduh apa-apa.

Saat waktunya coffe break, dua orang peserta, satu dari Canada dan satunya lagi dari Belgia, sengaja duduk semeja dengan saya untuk bertanya lebih lanjut tentang presentasi tadi. Awalnya mereka mengaku sangat terkejut dengan pernyataan saya tsunami adalah anugrah, tapi masih heran tentang bagaimana pekembangan aceh akhir-akhir ini. Saya menjelaskan, terlepas dari berbagai kekurangan yang masih ada, banyak hal yang telah di capai. Dalam bidang kesehatan misalnya; sampai saat ini Aceh merupakan provinsi yang telah mengadopsi suatu system kesehatan untuk mecapai “Universal healthcare”, suatu system yang memungkinkan seluruh rakyatnya memperoleh akses kesehatan yang layak, tanpa harus kwatir dengan keuangan atau pembayaran biaya kesehatan. Cakupan imunisasi juga lebih baik dari sebelumnya. Dalam bidang pendidikan, Aceh telah memberi beasiswa bagi ribuan warganya, mulai dari tingkat sarjana, hingga doctoral. Bahkan setiap tahun pemerintah daerah memberi beasiswa S2 dan S3 keluar negeri, yang kini penerimanya berjumlah ribuan. Pembangunan infrastruktur dan lainnya juga masih terus berlanjut.

Kedua lawan bicara ini cukup mengerti dengan apa yang saya jelaskan, dan salah seorang berkata “tahun depan saya ke Banda Aceh, mau lihat langsung”, saya hanya menjawab, “welcome!”

Saya sadar, terlepas dari cerita manis dan prestasi-prestasi yang terceritakan, banyak pekerjaan rumah yang masih menunggu, menunggu kita untuk lakukan. Pemerataan ekonomi, pemberantasan korupsi, ekuitas dalam pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan yang lebih baik bagi seluruh anak negeri dan terbukanya lapangan pekerjaan yang lebih luar adalah sebagian darinya.

Mari jadikan momentum peringatan tsunami ke tujuh ini sebagai pemacu, untuk terus menjaga perdamaian, dan berbuat lebih baik dari sebelumnya, untuk bangsa kita.

Terakhir saya ingin ucapkan terima kasih kepada yang diatas atas tsunami yang telah diberikan, saya relakan keluarga, kerabat dan sahabat yang telah kembali kesisiNya, karena sebagai gantinya, Dia telah berikan perdamaian di negeri kami.

Moersalin

*Saat tsunami terjadi, penulis beserta dengan 60 relawan PMI yang semuanya mahasiswa sedang berada dalam boat nelayan dalam perjalanan pulang dari pulau Aceh ke Banda Aceh. Perjalanan kami ke pulau terpencil ini untuk melakukan bakti sosial. Pada malam setelah tsunami terjadi, kami terdampar di pulau Aceh karena begitu tiba ke pelabuhan ulee lhee banda aceh, pelabuhannya telah lenyap, terpaksa kami kembali kesana. Kami sadar akan tsunami pada keesokan harinya (tgl 27), setelah kami kembali berhasil mendarat di Banda Aceh!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun