Mohon tunggu...
Meta Maftuhah
Meta Maftuhah Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan UMKM dan survey sosial ekonomi yang senang menulis blog.

Visit my blog : http://www.ceumeta.com Contact : meta.maftuhah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Masihkah Koperasi Dibutuhkan di Era Milenial?

23 Juni 2018   12:55 Diperbarui: 12 Juli 2019   18:05 4870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbisnis di era digital memang luar biasa, apalagi jika target marketnya generasi milenial yang lahir di antara tahun 1980-2000. Tapi apa mau dikata, survey yang dilakukan Mc Kenzie plus didukung data BPS menunjukkan, mayoritas penduduk Indonesia adalah generasi milenial. Belum lagi ditambah "adiknya" generasi Z.

Di tahun 2030, Indonesia akan menghadapi bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) melebihi usia lansia dan anak.

Mengutip berita dari okezone.com (5/11/2017), pada tahun 2030, rasio ketergantungan Indonesia meraih angka terendah, yaitu 44%. Yang artinya, usia produktif akan mendominasi. Dan, kelompok usia produktif itu adalah generasi Y dan generasi Z, yang sangat digital minded. 

Selain itu, kondisi ekonomi Indonesia pun diharapkan akan semakin membaik. BPS  mengeluarkan data penduduk miskin pada Maret 2017 sebanyak 27,77 juta orang, dan September 2017 26,58 juta orang. Pemerintah menargetkan jumlah penduduk miskin terus menurun. (Kompas, 3/3/2018).

Pertanyannya, bagaimana dengan keberlangsungan koperai di masa depan? Akankah terus bertumbuh atau terdisrupsi? 

(sumber: ewaldoreisamaral.wordpress.com)
(sumber: ewaldoreisamaral.wordpress.com)
Koperasi Hari Ini

Hasil sensus ekonomi 2016 (hal 53), menunjukkan bahwa terdapat 49.631 koperasi simpan pinjam, 12.312 koperasi perdagangan dan persewaan (grosir/retail), 2126 pada penyediaan akomodasi dan makainn minum, dan 2098 koperasi pengolahan. Sub sektor lain, jumlahnya sangat sedikit.

Dari data tersebut, kita dapat mengambil asumsi, bahwa pasar koperasi adalah yang membutuhkan jasa keuangan. Diikuti pembeli kebutuhan pokok, dan berikutnya adalah pelaku usaha. 

Di sisi bisnis keuangan, saat ini terjadi perubahan konstruktif. Kurang dari 5 tahun tumbuh dengan pesat layanan keuangan berbasis digital (fintech). Dampaknya cukup signifikan, pasar keuangan semakin beragam. Generasi milenial mulai melirik layanan non tunai. Tanpa rekening pun bisa transfer via telpon, atau belanja digital dan pesan hotel cukup bayar di minimarket terdekat. Mudah, dan murah, tidak pakai ngantri, tidak pakai lama. Bukan hanya di kota, tapi juga di desa. 

Di sisi lain, stigma koperasi masih cukup miring. Ibarat berita hoax yang menyebar cepat lintas generasi. Padahal, banyak koperasi yang punya prestasi, tapi bekerja dalam senyap.

Konon omzetnya hingga triliunan, dengan anggota mencapai ribuan. Kebaikan koperasi sirna karena ulah oknum yang menjadikan koperasi sekadar alat untuk mendapat dana hibah, atau berkedok rentenir. 

Walaupun badan usaha yang digagas Bung Hatta pendiri bangsa,  berdasarkan pasal 33 UUD 1945, punya prinsip yang sangat mulia. Seperti yang dicantumkan pada pasal 5 undang-undang No 25 tahun 1992, prinsip koperasi sebagai berikut :

  • Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
  • Pengelolaan dilakukan secara demokratis
  • Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
  • Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
  • Kemandirian.

Prinsip koperasi yang dianut di Indonesia, senafas dengan prinsip koperasi yang disepakati gerakan koperasi Internasional. International cooperative alliance (ICA), menyepakati prinsip dan nilai koperasi, sebagai berikut:

  1. Keanggotaan sukarela dan terbuka
  2. Demokratisasi
  3. Partisipasi anggota
  4. Otonomi dan kemandirian
  5. Pendidikan, pelatihan dan informasi,
  6. Kerjasama antar koperasi
  7. Perhatian kepada komunitas

(sumber: conedu.com)
(sumber: conedu.com)
Koperasi Masa Depan Untuk Siapa?

Saat mencoba meneropong keberadaan koperasi di masa depan, bisa jadi akan ada perubahan drastis. Perkembangan teknologi ICT  akan lebih pesat. Penggunaan dana non tunai, tidak hanya di perkotaan, mungkin juga merambah sampai ke desa. Semua serba digital, bahkan belanja di warung pun mungkin cukup pakai aplikasi. 

Industri tumbuh, desa semakin maju, pendapatan meningkat. Koperasi pun harus dikelola modern. Bukan bangunannya yang modern, tetapi manajemennya. Semua serba transparant, akuntabel, tercatat, cukup dengan satu aplikasi. Semua ada di telpon pintar. Saat ini saja telpon pintar tidak hanya dimiliki warga kota. Di desa pun, saat saya bertugas, merk ponsel saya kalah gaya dan canggih. Anak muda desa tidak sedikit yang mengambil jurusan informatika. Tinggal sinyalnya yang kadang masih malu-malu. 

Lalu, siapa konsumen koperasi di masa depan? Jika saat ini konsumen koperasi adalah karyawan, peternak, petani, anggota komunitas, dan sebagian pelaku usaha, maka bisa jadi ke depan, koperasi akan didirikan oleh dan untuk pelaku usaha. Dengan jumlah wirausaha yang semakin meningkat, dimana rasio wirausaha di tahun 2014 1,67%. Sedangkan di tahun 2017 3,1 % dari populasi.

Dengan terus meningkatnya jumlah wirausaha, koperasi dapat menjadi pilihan badan usaha dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya.

Secara konsep, koperasi adalah badan usaha yang tepat untuk pengusaha di era milenial. Seperti yang sekarang terus didorong oleh gerakan koperasi dunia.

Kisah sukses Mondragon Cooperative, sebuah koperasi pekerja di Spanyol  yang berdiri di tahun 50-an. Dengan 5 sektor usaha, 102 koperasi dan 74.000 pekerja, Mondragon terus mendunia.

Koperasi tidak hanya dimiliki pendiri, tapi juga anggota, dan karyawan. Karyawan menjadi anggota dan memiliki kesetaraan dalam suara. Satu orang satu suara, berapa pun banyaknya simpanan dan saham di koperasi. 

Dari lamannya, sebuah koperasi berbasis kampus di Banyumas, yaitu Kopkun Unsoed sedang menginisiasi pola yang sama. Hanya sayang, regulasi belum berpihak. Untuk mendirikan koperasi, perlu pengajuan dari 20 orang.

Bagi generasi milenial, mengumpulkan 20 orang dengan visi misi yang sama tidak mudah. Belum lagi harus menyediakan simpanan pokok dan wajib. "Tanpa ijin juga usaha jalan. Kan bisa online", komentar seorang wirausaha baru. 

(WJS Marketing Cooperative)
(WJS Marketing Cooperative)
Re-branding Koperasi

Tidak cukup digitalisasi untuk melakukan re-branding koperasi. Tingginya persaingan membuat koperasi harus memiliki layanan yang khas ,unik dan spesifik.

Di jasa pembiayaan, ada fintech yang sudah sangat siap. Di bisnis retail, serbuan minimarket berjaringan terus menggurita. Kepemilikan koperasi dapat menjadi penawaran. Sehingga yang perlu ditekankan adalah bagaimana anggota dapat loyal pada koperasi.

Untuk anggota lama, tidak sulit mengikat loyalitas anggota. Tapi untuk menjaring anggota baru terlebih generasi Y dan Z, hitungannya harus jelas. "Apa untungnya buat saya?" Pertanyaan yang selalu muncul saat mengajak generasi milenial menjadi anggota 

Melakukan re-branding koperasi tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi dengan bisnis model dan rencana bisnis yang matang, bukan tidak mustahil koperasi bisa jaya kembali.

Jika ingin menarik anggota milenial, model bisnis koperasi pun perlu dibuat kekinian. Komunikasi dan layanan cukup menggunakan aplikasi, mau mengadu bisa lewat Twitter atau fasilitas chat. Admin yang rajin menyapa para anggota. Plus berbagai pelatihan lewat grup untuk membuat anggota semakin cerdas. 

Saat ini koperasi Wirausaha Jabar Sejahtera di Bandung sedang mengarah ke sana. Tidak cukup dengan web, anggota menuntut adanya aplikasi untuk mempermudah layanan dan komunikasi.

Memang membutuhkan investasi yang tidak murah. Tapi jika yang mengadakan adalah koperasi, ditanggung bersama, semua menjadi terjangkau.

Sebuah upaya untuk mencapai mimpi menjaring anggota ribuan dan dapat menjadi koperasi pemasaran yang mendunia. Mimpi yang harus mulai dirancang oleh koperasi, untuk menjadi besar, profesional dan go global.

Jika Ace Hardware sudah ada di Indonesia, melalui koperasi, produk Indonesia dapat dipakai konsumen seluruh dunia. Sebuah mimpi yang pasti harus terus diupayakan. Supaya Indonesia tidak hanya sekedar pasar tapi juga penyedia barang dan jasa.

Pustaka :

Undang-undang No 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian

Badan Pusat Statistika, 2016, Sensus Ekonomi Indonesia

ekonomi.kompas.com/economy.okezone.com/ica.coop/kopkun.com/wjsjabar.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun