Mohon tunggu...
Cesillia Ida
Cesillia Ida Mohon Tunggu... -

Pasal 28F UUD 1945: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Kata Memaki Caci

29 Oktober 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:19 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya dimulai dengan kalimat sepele, merusak semua segala  rasa, ketika pikir mengucap dalam ujar tercetus bibir tanpa terolah merajam segala amarah.

‘sempat dahulu aku berpikir kau gigolo’ demikian ujar bibirku setelah mengingat kembali percakapan dengan wanita-wanita muda tersebut. Bagaimana mereka bergunjing memprediksi pria-pria muda yang berada dalam list mereka.

Memang tidak ada yang salah dengan gunjingan tersebut diera hari ini, dimana kata tak lagi beretika, sebalik dinding-dinding gosip. Tetapi yang salah adalah ketika salah satu dari pria yang dipergunjingkan tersebut adalah pria yang sedang dekat denganmu. Maka gunjingan tersebut bagaikan petir yang menyambar meski sejenak tetapi cukup membuat keterkejut.

Pertengkaran dikarenakan kalimat yang terlontar sekilas dari bibirku tanpa bermaksud apapun selain hanya mengatakan  dan terjadi hari minggu terakhir dibulan juni, ketika bersama kami sedang membuka halaman facebooknya.

Amarahnya langsung memurka, langsung sumpah terujar dari bibirnya ‘ semoga anakmu kelak menjadi gigolo’ sempat aku terpana tak menyangka bahwa kata-kata yang keluar tanpa sempat ku olah tersebut sungguh membuatnya demikian.

Kata berhamburan dengan segala sumpah dan serapah, keluar saling bertabrakan dari bibir kami, bersahutan dalam desis teriakan yang memerah marah, merekah taring-taring gigi kami siap saling mencabik satu dan lainnya.

Pun aku terbawa amarah, secepat kilat sabar menghambur keluar tanpa sempat berkata apapun,tinggal aku yang mulai mengayun tangan, meraih tubuhnya , menjambak rambutnya serta memukul apa saja yang bisa ku pukul tanpa kulihat lagi.

Semua amarah langsung menyatu tanpa mampu ku bendung, menyorakkan aku yang berubah menjadi binatang jalang yang terbuang dari sisa-sisa peradaban.

Tak ubahnya aku dengan mereka para pelacur yang sedang berebut pelanggan demi sesuap nasi . apakah demikian buruknya suatu kalimat yang terlontar bibir menjadikan pertengkaran begitu akrabnya dengan hubungan kami?

Berterus terang sungguh bukan lagi etika diabad modern ini, semua orang hanya mampu jujur, pun demikian aku.

Cesillia C'est Bali, 20-6-2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun