Apakah ada yang lupa bahwa padi pun “hamil/bunting"?.Suku Indian di Benua Amerika sangat sohor karena hubungan mereka yang luar biasa dengan alam. Mereka begitu peka, tak cuma pada binatang, tapi juga tumbuhan. Seorang shaman akan pergi hutan untuk mencari obat. Ia tak tahu persis tanaman mana yang bisa berguna untuk kebutuhannya.Ia hanya menunggu tanaman tertentu “berbicara” padanya. Dan sebelum ia petik tanaman tersebut, ia masih menunggu tanaman itu memberi tanda terlebih dulu, mengungkapkan kesiapannya untuk dicabut.
Dan sesudah itu, ia berterima kasih pada roh yang bersemayam dalam tanaman itu atas kerelaannya menolong manusia.Cerita-cerita semacam itu menjadi dongeng bagi manusia modern. Termasuk 27 upacara pengolahan padi oleh petani Ubud Bali. Kini petani semi modern di Bali sudah tidak lagi mengandalkan mantra dan sesajen secara eksklusif untuk mengusir hama, mereka sudah mencampurnya dengan obat-obatan kimia.Apalagi mereka yang bukan petani, tak tahu betapa beras merupakan bahan makanan pokok yang paling repot untuk diproduksi.
Lihat saja di pasar, melihat berkarung-karung beras siap ditimbang dan dibawa pulang. Saat ditanak, melihat nasi putih panas yang masih mengepul dalam dandang… saat dimakan, mencampurkan nasi dengan berbagai macam lauk, semua itu jadi adegan-adegan biasa setiap harinya tanpa pernah ingat perjalanan tumbuh Sang Padi.Apakah intensifikasi pertanian satu-satunya jawaban dari kemelut pangan? Apakah ada yang hilang dalam relasi manusia dengan alam? Bagaimana pulihkan harmoni itu, apa hidup ini sudah sama sekali berbeda?
Pikir ulang sekian kali sebelum membuang nasi, sebelum makan berlebihan, sebelum makan demi pemuasan dan bukan lagi kebutuhan laku hidup sederhana.Tidak semua warga tahu dan mau tahu soal mantra dan sesajen. Namun boleh percaya, semesta punya intelijensi luar biasa yang mampu pahami niat dan isi hati penghuninya tanpa batasan bahasa dan cara.Cobalah, untuk mensyukuri berkah yang selalu dilupakan ini, bukan dengan doa yang diucap sembarang karena refleks, tapi dengan setiap kata yang dihayati?
Memandang nasi pada piring makan hari ini bak kumpulan mutiara putih, dan berharga. Memandang mereka sebagai anak-anak hasil perkawinan alam yang telah dilimpahkan pada piring kita, sehingga menjadi gugus-gugus yang membangun tubuh dan jiwa kita.Dan sejak itu setiap saya kembali ke Ubud Bali dan melihat sawah-sawah dengan pandangan yang berbeda.
Dengan kata dan cara benak sendiri, sempatkan berdoa sederhana: untuk semua bulir padi yang telah hamil demi dimakan manusia, sejak manusia di kandungan hingga kelak kembali menjadi debu, saya ucapkan terima kasih.Kalian telah menjadi bagian hidup saya, sebagaimana saya pun bagian dari kalian. Maafkan jika saya sering lupa kebenaran itu. Tapi saya yakin, dengan kata dan cara kalian sendiri, kalian tak pernah lelah mengingatkan saya.[CC]11062019:33
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H