Klaim bahwa Indonesia adalah negara yang beragam memang sangat tepat. Sebagai bangsa yang besar, dengan jumlah penduduk yang sangat besar, sumber daya alam yang melimpah, wilayah yang sangat luas dan kekayaan budaya dan bahasa yang sangat beragam, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dan sekaligus juga memiliki masalah yang besar. Artinya, selain potensi positif Indonesia yang besar, potensi atau permasalahan negatif juga besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya masyarakat multikultural di Indonesia adalah :
Letak Wilayah Indonesia
Letak dan Keadaan Geografis Indonesia
Perbedaan Kemampuan dan Perkembangan Setiap Wilayah
Perbedaan Sikap dalam Menyerap Budaya Asing
Perbedaan Sistem Religi yang Dianut Masyarakat
Asal-usul Masyarakat yang Berlainan
Berdasarkan hal diatas, Indonesia sangat rentan terjadi konflik antar sama warga negara yang mendasari perbedaan tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik sosial adalah pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan.
Konflik berasal dari kata kerja latin "configere". Artinya saling memukul. Secara sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih. Dimana suatu kelompok berusaha untuk menyingkirkan bagian lainnya dengan cara menghancurkannya. Konflik seringkali berubah menjadi kekerasan, terutama ketika upaya penyelesaian konflik tidak ditanggapi secara serius oleh mereka yang berkaitan.
Konflik dapat muncul karena adanya perbedaan pandangan antara dua atau lebih kelompok masyarakat di suatu daerah. Salah satunya adalah :
Konflik Ambon
Berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia, 49,2% penduduk Ambon beragama Kristen Protestan, 44,3% Muslim, 6,35% Katolik, 0,07% Hindu, dan 0,04% Buddha.Dan penduduk Muslim pada umumnya adalah pendatang. Sistem kekerabatan orang Ambon yang sangat kuat, baik Muslim maupun Kristen, memperkuat struktur sosial, ekonomi, dan politik. Jika kepala daerah baru dilantik, pejabat di bawahnya biasanya digantikan oleh mereka yang masih kerabat dengan pejabat baru itu. Hubungan ini mudah diamati, karena setiap orang "asli" selalu menggunakan nama fam atau "marga".
Seperti kita ketahui bersama, konflik sosial di Ambon telah terjadi sejak awal tahun 1999 yang kemudian menjalar ke hampir seluruh pelosok Maluku. Konflik ini menyebabkan umat Islam -- yang dalam bahasa lokal disebut Acang (oleh Hasan) -- melawan umat Kristen -- yang biasa disebut Obet (oleh Robert). Dalam konflik ini, kelompok Acang menguasai permukiman di wilayah pesisir dan dataran. Sedangkan kelompok Obet menguasai dataran tinggi dan perbukitan. Sebagian besar rumah, toko dan bangunan milik Kelompok Obet yang saat itu dikuasai oleh Kelompok Acang sebagian besar dijarah dan dibakar. Sebaliknya, sebagian besar bangunan dan properti Grup Acang di kawasan Obet dijarah dan dibakar. Akibatnya, orang dapat melihat, antara lain, bahwa ratusan, bahkan ribuan, orang membakar rumah dan bisnis. Sarana dan prasarana dasar seperti instansi pemerintah, sekolah, jaringan telekomunikasi, jaringan PAM juga menjadi sasaran. Singkatnya, kota itu lumpuh.
Konflik merupakan bagian dari dinamika sosial yang selalu melekat dalam kehidupan setiap masyarakat. Sebagai fenomena sosial, konflik hanya akan hilang bersama masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, kita bisa mengendalikannya agar konflik tidak berubah menjadi kekerasan yang serius.
Sumber :
https://www.zenius.net/blog/multikulturalisme-sosiologi-kelas-11
https://bpbd.ntbprov.go.id/pages/konflik-sosial
http://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=1185&catid=3&
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI