Foto Masjid Baiturrahim yang asli yang dibangun oleh Presiden Soekarno tahun 1961.
Masjid Baiturrahim yang berlokasi di Kompleks Istana Negara selesai dibangun atas prakarsa Presiden Soekarno pada tahun 1961. Semenjak diresmikan oleh Presiden Sukarno, Masjid yang pada mulanya berukukuran mini yakni hanya 605 meter persegi ini pada setiap Jumat dipakai untuk sembahyang Jumat dan sebagailmana layaknya sebuah masjid, terbuka untuk umum.
Foto Masjid sesudah dipugar.
Pada masa Pemerintahan SBY masjid ini direnovasi/diperluas. Proses renovasi masjid berlangsung selama 7 bulan, yaitu dimulai pada 15 Januari 2010 dan selesai pada 26 Agustus 2010.
Era Sebelum Pemerintahan Jokowi.
Sebagaimana layaknya sebuah Mesjid semenjak era Presiden Soekarno, Masjid Baiturrahim terbuka bagi umum/rakyat jelata untuk ikut Jumatan setelah melalui pemeriksaan yang teliti oleh pihak keamanan dengan syarat berpakain sopan (tidak pakai "jean"). Pada masa Orde Baru pada akhir dekade 1980-an, kebetulan lokasi kantor penulis tidak jauh dari Istana, penulis sering ikut Jumatan di sana. Pada masa itu pemeriksaan oleh Keamanan Istana masih dilakukan secara manual dengan bantuan Hand Held Metal Detector. Pada akhir masa Orde Baru untuk masuk pekarangan Masjid setiap peserta Jumatan diperiksa pakai "Walk Through (Pintu) Metal Detector", seperti yang terdapat di bandara. Karena peserta Jumatan dari Sekneg dan umum selalu membludak, pihak pengelola Masjid menyediakan cukup banyak tikar pandan yang digelar di rerumputan pekarangan Istana di belakang Masjid. Pada masa itu banyak menteri-menteri Orde Baru, seperti Sudharmono (sewaktu menjabat Menteri Sekneg, Ginanjar Kartasasmita, Emil Salim dll jika mereka datang terlambat ikut sembayang dan berbaur dengan publik di saf-saf diluar masjid, karena kalau masjid sudah penuh yang datang terlambat hanya Wapres saja (Umar Wirahadikusmah dengan para pengawalnya yang di sediakan tempat dalam masjid
Semenjak akhir tahun 2010, masjid selesai direnovasi dan diperluas sudah tidak diperlukan lagi tikar-tikar pandan yang digelar di luar masjid, namun pengunjung dari luar harus diperiksa melalui 2 (dua) "Walk Through Metal Detector", pertama setelah masuk pintu gerbang masuk Kementerian Sekneg dari Jl. Majapahit belok ke kiri terlebih dulu harus melalui "Walk Through Metal Detector 1 (Tas-tas tidak boleh dibawa masuk) kemudian balik kanan menuju Masjid Baiturrahim dan masuk ke pekarangan masjid melalui "Walk Through Metal Detector 2". Catatan: Pada masa penghujung Pemerintahan SBY "Walk Through Metak Detector 1" dipindahkan ke arah kanan mendekati Istana/Masjid.
Era Jokowi
Sampai akhir Desember 2015, cara masuk bagi masyarakat umum uktuk ikut Jumatan di Baiturrahim sama dengan cara pemeriksaan era akhir SBY, bedanya hanyalah peserta Jumatan yang pakai celana "jean" tidak jadi masalah. Namun, setelah tahun baru, yakni pada hari Jumat tanggal 8 Januaru 2016 setiap peminat umum peserta Jumatan pada Pintu Metal Detector 1, diharuskan meninggalkan KTP dan memakai "Badge Tamu". Ternyata pada Pintu Metal Detector 2, sebagaimana biasa antriannya cukup panjang, para peminat peserta Jumatan umum diperintahkan oleh Komandan Paspampres Masjid untuk keluar dari barisan antrian dan membentuk barisan tersendiri, teripisah dari antrian pegawai Sekneg. Beberapa saat kemudian si Komandan Paspampres berucap, kalau yang memakai "Badge Tamu" tidak boleh masuk, kecuali ada Pegawai Sekneg yang menjamin. Oleh sebab itu penulis beserta beberapa peserta umum lainnya terpaksa buru-buru angkat kaki mencari masjid lain yang terdekat agar tidak terlambat melakukan shalat Jumat.
Penutup
Penulis tidaklah yakin, apakah Bapak Presiden Jokowi mengetahui hal ini, apalagi tingkat pengamanannya lebih dari cukup, seperti diuraikan di atas yang mana peserta Jumatan dari umum sewaktu memasuki kawasan Istana harus menyerahkan KTP pada Security, dua kali meliwati "Walk Through Metal Detector” dan apabila detector metal alarm berbunyi, maka sekujur badannya akan diperiksa oleh Satpam Istana.
Akhirul kalam, karena Masjid merupakan tempat di mana Ummat Islam tanpa kecuali, berdiri bahu membahu, bersatu sebagai habibullah dan tempat memohon berkat dari Nya. ”Dan sesungguhnya Masjid-Masjid itu adalah kepunyaan Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorangpun selain Allah”(QS;Al-Jin:18). Jika ada kelompok yang mengklaim masjid milik kelompok, golongan, alirannya sehingga sering timbul gesekan, perusakan masjid, yang akhirnya hanya merugikan umat dan Citra islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H