Dengan mudah membuat dan melihat konten media sosial adalah hal lumrah di kota-kota besar Indonesia, khususnya di kawasan Pulau Jawa, karena berlimpahnya ketersediaan akses internet. Tapi, akses internet adalah kemewahan di daerah-daerah pelosok luar Pulau Jawa, termasuk pula di kawasan perbatasan negara.
Masyarakat di daerah pelosok Indonesia juga sering menghadapi kendala infrastruktur jalan yang tidak memadai. Banyak orang di kawasan pedalaman yang harus berjalan kaki menyusuri sungai untuk mencapai tempat lain karena ketiadaan jembatan penyeberangan.
Membuat berbagai sendi kehidupan masyarakat daerah pelosok penuh dengan keterbatasan untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan logistik.
Salah satu kawasan di pelosok yang sejak Indonesia merdeka menghadapi kendala besar untuk maju karena keterbatasan infrastruktur adalah Krayan, salah satu daerah di provinsi Kalimantan Utara yang berdekatan dengan negara tetangga, Malaysia.
Krayan dan sekitarnya hanya bisa diakses melalui penerbangan perintis yang menggunakan pesawat udara berukuran kecil. Masyarakat Krayan sejak dulu harus antre tiket penerbangan kurang lebih dua minggu untuk keluar masuk dari tempat itu.
Mantan Ketua Adat Dayak Lundayeh di Krayan, Yagung Bangau (74), pada tahun 2013 pernah mengancam akan memindahkan patok tapal batas RI, sehingga mengeluarkan Krayan dari wilayah Indonesia.
"Bukan kami mau jadi bagian dari Malaysia. Namun, biarkan kami tetap begini saja, hidup di luar Indonesia, kalau tidak juga ada perhatian dari pemerintah," ujar Yagung Bangau dilansir oleh KOMPAS.
Hidup tidak mudah di pedalaman nan terpencil Kalimantan pernah dirasakan oleh awak Kompas.com dalam ekeplorasi wilayah Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, pada tahun 2014.
Reporter Kompas.com Fabian Kuwado, fotografer Fikria Hidayat dan Kristianto Purnomo, tidak berkutik sewaktu di pedalaman. Tidak bisa mengirim materi liputan ke kantor lantaran tiadanya jaringan internet.
Syukurlah, dalam beberapa tahun belakangan pemerintah pusat mulai menaruh perhatian besar kepada kawasan perbatasan negara. Pembangunan infrastruktur telah dimulai di kawasan Kalimantan Utara.
Dari Pedalaman Krayan Menjadi Pejabat Birokrat Kalimantan
Pada tahun 1970, seorang guru SD di pedalaman Kalimantan bernama Samuel Tipa Padan, memboyong keluarganya pindah dari kawasan Ba' Binuang ke daerah Malinau.
Ba' Binuang adalah daerah pelosok yang kini berada di kecamatan Krayan Selatan, kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Provinsi Kalimantan Utara baru dibentuk pada tahun 2012, hasil pemekaran provinsi Kalimantan Timur.
Samuel Tipa Padan bermigrasi pindah membawa keluarganya ke Malinau, karena tidak adanya fasilitas pendidikan yang memadai di kampung asalnya Ba'Binuang.
Samuel ingin anak-anaknya mendapatkan masa depan yang lebih baik. Malinau saat itu sudah cukup maju, dan memiliki fasiltas pendidikan yang memadai.
Salah satu dari anak Samuel Tipa Padan adalah Yansen. Kini Yansen telah menjadi pejabat birokrat teras di Kalimantan Utara. Yansen Tipa Padan saat ini memangku jabatan sebagai Wakil Gubernur Kalimantan Utara periode 2019-2024.
Menyelesaikan penddikan dengan tekun hingga tingkatan tertinggi membawa Yansen Tipa Padan dari pedalaman Krayan menjadi pejabat birokrat utama Kalimantan Utara.
Setelah lulus dari SMEA Negeri Tarakan pada tahun 1981, Yansen TP meneruskan pendidikan di Akademi Pendidikan Dalam Negeri (APDN) dan lulus pada tahun 1986. Kemudian Yansen menempuh pendidikan S-1 Fisipol Universitas 17 Agustus Samarinda, lulus pada tahun 1991.
Yansen TP lalu merintis karier sebagai birokrat dengan menjabat sebagai Camat Mentarang pada tahun 1993, kemudian menjadi Camat Kayan Hilir di tahun 1996. lantas menjadi Camat Peso pada tahun 1999.
Karier Yansen Tipa Padan terus meningkat, pada tahun 2001 dipercaya menjadi Kepala Kantor Catatan Sipil Bulungan, serta menjadi Kepala BKD Kabupaten Malinau pada tahun 2001.
Setelahnya Yansen TP naik jabatan sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Malinau dari tahun 2002 hingga 2009. Dan sejak 2009 hingga 2011 dipercaya sebagai Staf Ahli Gubernur Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan, serta Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Keuangan Kalimantan Timur.
Selama memangku berbagai jabatan penting birokrasi, Yansen TP masih terus belajar dengan menamatkan pendidikan Magister Ilmu Administrasi Negara Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2002, dan meraih gelar Doktor pada tahun 2011 di Fakultas Ilmu Administrasi Negara Universitas Brawijaya Malang.
Perhatian Besar Yansen TP kepada Kemajuan Peradaban Kalimantan
Yansen Tipa Padan menaruh perhatian besar kepada kemajuan peradaban di Kalimantan Utara. Ketika masih menjabat sebagai Bupati Malinau, Yansen TP membuat model pembangunan yang diberikan nama GERDEMA (Gerakan Desa Membangun).
Yansen TP mengalokasikan sebagian besar penggunaan APBD untuk membuka jalan di pedalaman. Dia juga mendorong provider untuk membangun tower untuk membantu jaringan komunikasi dan kegiatan sosial.
Perhatian khusus diberikan Yansen TP kepada dunia literasi Yansen TP. Dia aktif melakukan pelatihan Pegiat Literasi Desa di kawasan Kalimantan Utara.
Dalam sudut pandang Yansen TP, literasi adalah jembatan untuk maju kepada masyarakat di pelosok perbatasan. Karena dengan membaca literatur dapat membuka wawasan pemikiran baru yang memajukan peradaban di Kalimantan Utara.
Kegiatan Writing Camp di Krayan tersebut sebagai upaya  memfasilitasi interaksi antara pegiat literasi nasional dengan masyarakat Dayak di kawasan perbatasan Kalimantan Utara.
Fe Milau dipilih sebagai tempat Writing Camp karena tempat itu memiliki nilai historis besar bagi Yansen Tipa Padan. Mantan Bupati Malinau tersebut ingat betul kawasan hutan Fe Milau adalah jalur jalan yang dilaluinya bersama keluarganya pada tahun 1970 silam ketika pindah ke Malinau.
Batu Ruyud adalah nama yang diberikan untuk prasasti literasi yang dibuat peserta Writing Camp 2022 di Krayan. Prasasti literasi Batu Ruyud dibentuk dari kumpulan batu kecil dan batu besar, sebagai simbol tonggak kebangkitan literasi dalam membangun peradaban maju di kawasan Krayan.
Yansen TP yang memberikan kata pengantar di "Menjelajahi Misteri Perbatasan", turut menghadiri launching "Menjelajahi Misteri Perbatasan". Acara launching buku yang juga dihadiri H. Suratto Siswodihardjo selaku pemilik yayasan Sekolah Alam Cikeas.
Adapun "Menjelajahi Misteri Perbatasan" berisikan cerita dan puisi menarik sebagai berikut,
- Batu Ruyud, Tonggak Kebangkitan Literasi Nusantara (penulis, Pepih Nugraha)
- Batu Yupa dan Batu Ruyud Mengabadikan Apa yang Sementara (penulis, R. Masri Sareb Putra)
- Wa Gatum: Model Kekuatan Keluarga dan Kepemimpinan Dayak Lundayeh (penulis, Arip Senjaya)
- Manusia Sungai Krayan: Dayak Bangkit, Dayak Indonesia (penulis, Matius Mardani)
- Filosofi Alam dan Budaya Manusia Dayak Krayan lengilo' (penulis, Agustina)
- Ruyud: Nilai Kearifan dan Daya Hidup Warga Perbatasan (penulis, Arie Saptaji)
- Mirisnya Pendidikan Perbatasan Kalimantan Utara (penulis, Johan Wahyudi)
- Ekonomi Biaya Tinggi di Perbatasan (penulis, Wulan Ayudya)
- Busana Adat dan Ornamen Dayak Lundayeh (penulis, Arbain Rabey)
- Menyelam ke Alam Puisi dan Misteri Batu Ruyud (penulis, Herman Syahara)
- Aroma Rasa Peradaban Manusia Krayan, Batu Ruyud bukan Bali (kumpulan puisi karya Edrida Pulungan)
- On Earth As It is In Heaven (penulis, Eko Nugroho)peluncuran buku Menjelajahi Misteri Perbatasan/ foto: Yos Mo