Informasi dari media-media Barat yang berpihak, membuat banyak fakta yang sebenarnya terjadi dalam konflik di wilayah Ukarina sering melenceng dalam pemberitaan yang beredar luas di seantero dunia.
Perusahaan media sosial raksasa berafiliasi Barat seperti Meta (Facebook) dan  YouTube (Google) malah dengan sewenang-wenang memblokade informasi dari pihak Rusia.
Sehingga terjadi ketidakseimbangan informasi dalam konflik Rusia dan Ukraina.
Akibatnya, propaganda ngawur dari pihak pemerintah Ukraina yang dipimpin Presiden Volodymyr Zelensky, malah dianggap sebagai kebenaran. Karena dibantu pemberitaan masif dari media-media Barat yang tendensius.
Presiden Volodymyr Zelensky pada hari Jumat pekan lalu (25/2) menggemborkan berita hoaks terkait masuknya militer Rusia di wilayah Pulau Zmiinyi yang terletak di Laut Hitam.
Zelensky dalam pidatonya mengucapkan bahwa ada 13 anggota marinir Ukraina yang menjaga Pulau Zmiinyi telah tewas dibantai pihak militer Rusia.
Presiden Zelensky menambahkan, bahwa serdadu Ukraina yang gugur di Pulau Zmiinyi dijadikan sebagai pahlawan nasional, dan diberikan medali kehormatan.
Masyarakat dunia pun geram, dan mengecam kekejian pihak Rusia setelah mendengar kabar dari Zelensky yang dulunya adalah aktor komedi.
Zmiinyi yang dikenal luas dengan nama Pulau Ular adalah pulau berbatu seluas 16 hektar milik Ukraina, terletak sekitar 300 km arah barat wilayah Crimea.Â
Sentra wilayah konflik Rusia dan Ukraina saat ini di kawasan Crimea yang bersisian dengan Laut Hitam.
Melihat hoaks yang digemborkan Volodymyr Zelensky, pihak Rusia membalasnya dengan cara santai.
Militer Rusia menayangkan video kondisi riil di Pulau Ular. Tidak ada serdadu Ukraina yang dibunuh dengan mortir oleh militer Rusia.
Fakta sebenarnya adalah terdapat 82 marinir Ukraina penjaga Pulau Zmiinyi dalam keadaan hidup ditawan oleh Rusia.
Tawanan di Pulau Ular diperlakukan dengan baik oleh Rusia, diberikan ransum makanan.Â
Beredarnya video tentara Rusia membiarkan hidup marinir Ukraina di Pulau Ular, membungkam kabar bohong yang dicetuskan pemerintah Ukraina.
Hari ini (1/3) kantor berita RT yang berafiliasi dengan Rusia menayangkan video wawancara dengan dua pemimpin komando marinir Ukraina di Pulau Ular yang ditawan. (link video)
Ruslan Murenko, komandan Brigade 35 marinir yang menjaga Pulau Zmiinyi saat diwawancarai RT mengatakan bahwa Zelensky tidak tahu ada anggota angkatan laut Ukraina yang menjaga tempat itu.
Murenko menambahkan, dia kecewa dengan pernyataan Zelensky yang mengabarkan kalau mereka telah mati tanpa dikonfirmasi terlebih dulu.
Alexander Molotokov, komandan pasukan mortir Batalyon 88 marinir Ukraina yang menjaga Pulau Ular, dalam wawancara kepada RT mengatakan bahwa pasukannya tidak butuh medali kehormatan yang diberikan pemerintah Ukraina.
Molotokov dan pasukan marinir yang ditawan kecewa berat kepada pemerintah Ukraina yang membiarkan mereka tanpa dukungan.Â
Dalam pandangan Alexander Molotokov, pemerintah Ukraina saat ini sangat buruk. Pasukan tentara Ukraina yang masih hidup diberitakan telah mati tanpa dicek terlebih dulu.
Momen penawanan tentara Ukraina di Pulau Zmiinyi yang sebelumnya dikabarkan dibunuh oleh militer Rusia adalah salah satu contoh banyak informasi bohong beredar terkait konflik antara Rusia dengan Ukraina.Â
Bahkan informasi hoaks diucapkan oleh seorang presiden yang punya agenda kepentingan. Hal ini terjadi karena kecenderungan informasi satu arah yang dikuasai oleh media-media dari negara Barat.
Saya menyimak postingan-postingan di media warga ini cenderung "menelan mentah" info dari media berafiliasi Barat, tanpa menyeimbangkannya dari pihak bersebelahan
Selama ini tidak pernah beredar luas berita tentang kekejaman milisi Ukraina yang secara brutal menembaki banyak warga sipil Ukraina, karena warga sipil Ukraina yang ditembaki itu sedang berusaha mengungsi.Â
Juga tidak diberitakan secara mendalam oleh media, apa alasan Jerman menghindar dari konflik di Ukraina.Â
Kalau disimak mendalam lewat seliweran postingan medsos di Telegram, terkuak bahwa sebagian besar milisi Ukraina yang bertempur berpaham Neo Nazi.
Dibuktikan dengan foto-foto mereka mengibarkan bendera dengan lambang swastika Nazi. Itulah alasan kuat bagi Jerman untuk menghindar dari konflik di Ukraina.
Juga tidak pernah diberitakan oleh media-media Barat, gelombang pengungsi Ukraina yang menuju wilayah Rusia.Â
Keseimbangan informasi itu sangat diperlukan untuk melihat secara jernih situasai konflik di sana.Â
Lalu, dari mana saya bisa memilah info yang benar terkait konflik Rusia dan Ukraina? Â Apakah saya omong kosong membuat opini sembarangan?
Selain membaca dan menonton berita serta video dari media Barat, saya juga menyimak info dari media Rusia. Dan juga memperhatikan medsos warga Ukraina di Telegram.Â
Info lebih valid saya dapatkan dari dua orang kawan saya di salah satu aplikasi streaming. Keduanya tinggal di wilayah konflik.Â
Satu orang dari teman saya tersebut adalah warga Ukraina yang tinggal di Sevastopol, Crimea. Satu lainnya adalah orang Rusia yang tinggal di Kaluga.Â
Saya berteman akrab di aplikasi dengan orang Ukraina dan Rusia itu sejak setahun lalu.Â
Saya dapat berkomunikasi lancar dengan teman dari Ukraina dan Rusia menggunakan bahasa Inggris, karena kebetulan keduanya pernah tinggal di Kaliningrad.Â
Untuk diketahui, orang Rusia dan Ukraina itu enggan menggunakan bahasa Inggris, dan tidak menggunakan aksara Latin. Hanya warga Kaliningrad saja di kawasan Rusia yang fasih berbahasa Inggris.Â
Sebagai penutup, saya membuat postingan ini bukan unruk memihak Rusia. Tapi ingin memberikan kabar penyeimbang dari banyak artikel Kompasianer yang cenderung menelan mentah info dari satu pihak.
Saya berharap perdamaian antara Rusia dan Ukraina segera terwujud. Kedua belah pihak sehari lalu sudah melakukan perundingan pada fase pertama.
(catatan: saya tidak membagikan akun teman saya di Rusia dan Ukraina, demi menjaga keamanan keduanya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H