Film Wicked menunjukkan bagaimana citra palsu dan manipulasi bisa membentuk opini publik, seperti yang dilakukan oleh Wizard of Oz. Dalam Pilkada, fenomena serupa terlihat ketika calon pemimpin mengandalkan pencitraan untuk meraih dukungan. Generasi muda, yang semakin skeptis terhadap politik, cenderung enggan terlibat dalam proses ini karena merasa terjebak dalam permainan politik yang tidak pasti. Wicked mengingatkan kita akan pentingnya memilih pemimpin yang tidak hanya bergantung pada citra, tetapi juga integritas dan kebenaran.
Film Wicked Adaptasi Sukses dari Karya Klasik The Wizard of Oz
Film "Wicked" tahun 2024 merupakan adaptasi musikal yang diangkat dari novel karya Gregory Maguire, berakar dari The Wizard of Oz yang pertama kali tampil di Broadway pada tahun 1903 sebagai adaptasi panggung dari buku L. Frank Baum, "The Wonderful Wizard of Oz".Â
Versi musikal ini sangat berbeda dari film klasik tahun 1939, karena berfokus pada elemen komedi dan musik khas era tersebut, dengan sejumlah perubahan pada alur cerita dan karakter. Versi Broadway ini menjadi salah satu produksi besar pertama yang memperkenalkan dunia Oz kepada audiens teater sebelum kisahnya diadaptasi menjadi film.
Dalam Wicked, tema kekuasaan, moralitas, dan manipulasi ditonjolkan melalui karakter-karakter seperti Elphaba yang diperankan oleh Cynthia Erivo, dan Glinda yang dimainkan oleh Ariana Grande, serta antagonis Wizard of Oz dan Madame Morrible yang diperankan oleh Michelle Yeoh. Cerita magis ini mengangkat pesan yang relevan dengan dunia nyata, dan mungkin sedikit banyak yang agak aneh tapi nyata, pada konteks politik domestik dan pilkada serentak 2024.
Di dunia Wicked, manipulasi bukanlah hal yang asing. Wizard of Oz, yang seharusnya menjadi simbol kebijaksanaan dan keadilan, justru menggunakan teknik manipulasi untuk mempertahankan kekuasaannya. Dengan menciptakan citra dirinya sebagai sosok yang kuat dan bijaksana, Wizard berhasil membentuk opini publik yang mendukungnya. Namun, di balik itu semua, ia adalah seorang pemimpin yang lemah dan penuh kepalsuan.
Begitu pula dengan Madame Morrible, yang menggunakan kekuasaannya di posisi yang lebih tinggi untuk memperdaya publik dan mengendalikan narasi. Melalui cara ini, Wicked menggambarkan betapa mudahnya seseorang untuk terjerat dalam manipulasi jika tidak berhati-hati dalam memilih sumber informasi yang benar.
Pada dasarnya, perilaku manipulatif ini berfungsi untuk mengontrol persepsi masyarakat. Dalam Wicked, manipulasi dilakukan dengan memanipulasi informasi, menyembunyikan kebenaran, dan menciptakan citra palsu tentang orang-orang yang dianggap sebagai ancaman.Â
Elphaba, yang sebenarnya adalah karakter yang kompleks dengan niat baik, dijelek-jelekkan oleh masyarakat karena kampanye negatif yang digencarkan oleh kekuasaan. Hal ini mengingatkan kita pada praktik manipulasi dalam dunia politik, di mana citra seseorang dapat dibentuk dengan cepat melalui berita palsu atau kampanye hitam.
Pilkada dan Pilihan-Pilihan Politik Kaum Muda
Pada pilkada serentak 2024 ini, generasi milenial boleh jadi menjadi penentu kemenangan karena jumlahnya yang besar. Misalnya, di Sulawesi Selatan, berdasarkan klasifikasi usia, generasi milenial (kelahiran 1981--1996) mendominasi jumlah pemilih dengan lebih dari 2 juta orang, diikuti oleh Gen X (29,07%) dan Gen Z (20,74%). Sementara itu, generasi baby boomer dan pre-boomer hanya menyumbang sebagian kecil dari keseluruhan.
Fenomena keengganan kaum muda untuk berpartisipasi dalam Pilkada adalah masalah yang sering dibahas dalam masyarakat. Generasi muda yang lahir antara 1997 hingga 2012 ini sering kali dikaitkan dengan ketidakpedulian terhadap politik, terutama ketika datang ke pemilu atau Pilkada. Banyak dari mereka merasa bahwa suara mereka tidak akan membawa perubahan, atau bahwa sistem politik itu sendiri sudah rusak dan penuh kepalsuan. Dalam konteks ini, Wicked memberikan gambaran yang relevan tentang bagaimana manipulasi politik dapat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi.
Salah satu alasan mengapa kaum muda enggan memilih dalam Pilkada adalah karena mereka merasa terjebak dalam dunia politik yang penuh dengan manipulasi. Mereka mungkin melihat para calon pemimpin yang tampaknya lebih fokus pada pencitraan diri, seperti halnya Wizard of Oz, daripada benar-benar membawa perubahan yang signifikan. Selain itu, penggunaan media sosial dalam kampanye politik sering kali dipenuhi dengan informasi yang tidak jelas kebenarannya, yang membuat milenial semakin ragu untuk terlibat. Mereka lebih memilih untuk tidak memilih daripada terjebak dalam permainan politik yang tidak mereka pahami atau percayai.
Di Wicked, Elphaba adalah contoh karakter yang tidak bisa menerima realitas dunia yang penuh dengan manipulasi. Ia memilih untuk melawan sistem yang ada, meskipun itu berarti dia harus dikenali sebagai "jahat" oleh masyarakat. Ini mencerminkan bagaimana beberapa orang, khususnya dari generasi muda, memilih untuk menghindari keterlibatan dalam Pilkada karena mereka merasa bahwa sistem tersebut tidak adil atau transparan. Mereka melihat bahwa keputusan yang diambil oleh para pemimpin sering kali didasarkan pada kepentingan pribadi atau kekuasaan, bukan pada kesejahteraan rakyat.
Wajah Oz Dalam Bentuk Media Sosial
Media sosial memiliki peran besar dalam mempengaruhi pemilih, terutama Gen Z, yang merupakan pengguna aktif platform seperti TikTok, Instagram, dan X (Twitter). Di sinilah manipulasi informasi sering terjadi.Â
Dalam Wicked, narasi yang dibentuk oleh Wizard of Oz melalui media yang ada memengaruhi persepsi masyarakat tentang Elphaba. Demikian juga, dalam Pilkada, kampanye media sosial sering kali digunakan untuk membentuk citra calon tertentu, baik yang positif maupun negatif, tanpa memberikan informasi yang cukup atau akurat.
Sebagai contoh, pada Pilkada, calon pemimpin bisa menggunakan media sosial untuk menyebarkan narasi yang menguntungkan dirinya, sementara menciptakan citra buruk tentang pesaingnya. Teknik manipulasi ini bisa sangat efektif, terutama di kalangan pemilih muda yang lebih cenderung mengonsumsi informasi dari media sosial tanpa memverifikasi kebenarannya. Hal ini memperburuk ketidakpercayaan Gen Z terhadap sistem politik, yang sudah tercemar oleh ketidakjujuran dan ketidaktransparanan.
Demokrasi Subur Tanpa Perilaku (Politik) Manipulatif
Untuk menghadapi tantangan ini, penting bagi kita untuk memahami bahwa manipulasi dalam politik, seperti yang terlihat dalam Wicked, sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi.Â
Kaum Milenial, yang merupakan kelompok usia terbesar dalam pemilu, memiliki potensi besar untuk membawa perubahan jika mereka diberdayakan dengan pengetahuan yang benar dan sumber informasi yang sahih. Kampanye politik yang transparan dan jujur harus menjadi fokus utama agar pemilih muda tidak terjebak dalam manipulasi yang bisa merusak masa depan mereka.
Pendidikan politik yang lebih baik juga sangat penting untuk meningkatkan partisipasi kaum milenial dalam Pilkada serentak 2024. Mereka perlu diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses demokrasi, serta bagaimana cara mengenali dan menghindari manipulasi informasi yang dapat merusak keputusan mereka. Dengan kesadaran yang lebih tinggi, mereka akan lebih percaya diri untuk terlibat dalam proses pemilihan, tanpa takut terjebak dalam manipulasi yang ada.
(yrd).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H