Mohon tunggu...
Yuriadi
Yuriadi Mohon Tunggu... Lainnya - | Penulis lepas | https://www.kompasiana.com/ceritayuri

Warga Negara Indonesia (WNI) biasa dari Kota Makassar. Menyukai informasi teknologi, sosial, budaya dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat Untuk Membangun Kedisiplinan dan Kecerdasan Seimbang Sejak Dini

17 November 2024   09:33 Diperbarui: 17 November 2024   10:26 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: pixabay.com @aditiotantra)

Kebiasaan Positif Untuk Membangun Karakter dan Kedisiplinan
Mulai Desember 2024, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan meluncurkan program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Program ini pertama kali diumumkan oleh Mendikdasmen Abdul Mu'ti dalam lawatannya ke Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) di Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat ini mengedepankan kebiasaan-kebiasaan positif, seperti bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan makanan sehat, dan bermasyarakat. Kebiasaan-kebiasaan ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan kedisiplinan fisik, tetapi juga untuk mengembangkan karakter dan kecerdasan emosional, yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari anak-anak Indonesia.

Selama beberapa dekade terakhir, perhatian terhadap pendidikan karakter semakin menguat, seiring dengan kebutuhan untuk mencetak generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga bertanggung jawab, memiliki etika yang baik, dan mampu berkontribusi pada masyarakat. Salah satu tonggak awal dari program ini adalah upaya pemerintah untuk memperkuat pendidikan karakter melalui kurikulum yang lebih inklusif, yang tidak hanya fokus pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan perilaku dan kebiasaan sehari-hari anak-anak.

Di Jepang, pendidikan kedisiplinan sangat dipengaruhi oleh sejarah negara ini, terutama setelah Perang Dunia II. Ketika Jepang membangun kembali negaranya, kedisiplinan menjadi salah satu prioritas utama. Anak-anak Jepang diajarkan untuk menjaga kebersihan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial sejak usia dini, yang tidak hanya mengembangkan rasa tanggung jawab tetapi juga empati terhadap orang lain. Finlandia, di sisi lain, mengedepankan sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan berbasis pada pengembangan holistik anak. Kurikulum di Finlandia tidak hanya berfokus pada akademis, tetapi juga keseimbangan emosional dan sosial anak. Anak-anak diberi kebebasan untuk mengatur waktu mereka sendiri, yang mengajarkan kedisiplinan melalui pengelolaan waktu dan pemikiran kritis.

Mengembangkan Kecerdasan yang Seimbang
Namun, kedisiplinan tidak hanya berasal dari kebiasaan fisik, tetapi juga dari kemampuan untuk mengelola emosi. dr. Roslan Yusni Al Imam Hasan, Sp.BS. atau yang lebih akrab dikenal sebagai dr. Ryu Hasan, seorang ahli dalam bidang kecerdasan emosional dan neuropsikologi, menjelaskan bahwa lebih dari 90 persen tindakan manusia didorong oleh otak emosional, bukan otak rasional. Menurut dr. Ryu Hasan yang tidak lain adalah cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yakni KH Wahab Hasbullah yang juga kiai besar Pondok Tambak Beras; otak rasional bertugas untuk memproses informasi secara logis dan membuat keputusan berdasarkan analisis yang mendalam. Sebaliknya, otak emosional merespons perasaan dan pengalaman secara spontan, seringkali tanpa pertimbangan logis.

Pentingnya melatih kecerdasan emosional sejak dini tidak dapat dianggap remeh. Dalam kehidupan yang penuh tekanan ini, kemampuan untuk menyeimbangkan emosi dengan pemikiran rasional sangat penting. Anak-anak yang mampu mengelola emosi mereka akan lebih siap menghadapi tantangan kehidupan, baik dalam pendidikan maupun dalam kehidupan sosial.

Pesan Moral yang Terkandung Dalam 7 Kebiasaan Anak Hebat Indonesia
Ketujuh kebiasaan yang diajarkan dalam 7 kebiasaan anak indonesia hebat ini antara lain bangun pagi, beribadah, berolahraga, gemar belajar, makan makanan sehat dan bergizi, serta bermasyarakat. Kebiasaan pertama adalah bangun pagi, yang mengajarkan disiplin, tanggung jawab, dan keteraturan. Kebiasaan ini juga memberikan kesempatan bagi anak untuk memulai hari dengan energi positif, yang dapat mempengaruhi mood mereka sepanjang hari. Bangun pagi juga memberi ruang untuk anak-anak melakukan aktivitas fisik atau spiritual yang dapat mendukung perkembangan otak emosional mereka.

Kebiasaan kedua adalah beribadah, yang membantu anak-anak untuk menghargai waktu, menjaga kedisiplinan, dan memperkuat hubungan spiritual. Ibadah juga melibatkan refleksi diri dan pengelolaan emosi, yang merupakan bagian penting dari kecerdasan emosional. Anak-anak yang terbiasa beribadah cenderung memiliki rasa empati yang tinggi dan mampu mengelola perasaan mereka dengan lebih baik.

Kebiasaan berolahraga adalah kebiasaan ketiga yang sangat mendukung perkembangan fisik dan emosional anak. Olahraga tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tubuh, tetapi juga mengajarkan anak-anak untuk bekerja sama, mengendalikan impuls, dan meningkatkan rasa percaya diri. Olahraga merangsang otak untuk menghasilkan endorfin, yang membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Kemudian, kebiasaan gemar belajar melatih otak rasional anak untuk berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan meningkatkan kemampuan kognitif mereka. Anak-anak yang terbiasa belajar tidak hanya memiliki pengetahuan yang lebih luas, tetapi juga kemampuan untuk mengatur emosi mereka saat menghadapi kesulitan atau tantangan dalam belajar. Ini membantu mereka mengembangkan ketahanan mental yang penting untuk menghadapi masalah kehidupan.

Kebiasaan makan makanan sehat dan bergizi memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan fisik dan mental anak-anak. Makanan yang sehat memberikan nutrisi yang diperlukan otak untuk bekerja secara optimal. Makanan yang kaya akan omega-3, vitamin B, dan magnesium, misalnya, dapat meningkatkan fungsi otak dan memperbaiki mood, yang berdampak langsung pada kecerdasan emosional anak. Anak-anak yang mengonsumsi makanan sehat lebih mampu berkonsentrasi dalam belajar dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.

Terakhir, kebiasaan bermasyarakat mengajarkan anak-anak untuk berinteraksi dengan orang lain, bekerja sama, dan mengembangkan rasa empati. Bermasyarakat juga melibatkan kemampuan untuk mengelola perasaan saat berhadapan dengan perbedaan dan tantangan sosial. Anak-anak yang terbiasa bermasyarakat cenderung lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial mereka dan memiliki hubungan yang lebih harmonis dengan orang lain.


Melalui Program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, anak-anak diajarkan untuk mengembangkan otak rasional dan emosional secara seimbang. Kebiasaan-kebiasaan positif ini mendukung perkembangan anak secara menyeluruh, membentuk karakter yang kuat, dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik. Program ini bukan hanya tentang mencetak anak-anak yang cerdas secara akademik, tetapi juga tentang membentuk generasi yang sehat, empatik, dan penuh tanggung jawab.

Dengan menanamkan kebiasaan positif sejak dini, diharapkan lahir generasi masa depan yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan sukses dalam berbagai aspek kehidupan.
(yrd).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun