Secara spontan, ia pun langsung menegur pihak yang terlibat, menyampaikan pesan tegas bahwa bentuk pelecehan verbal seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja.Â
Insiden ini menyulut perbincangan luas mengenai fenomena catcalling di ruang publik yang, karena adanya potensi dampak negatif yang bisa saja timbul bagi kenyamanan dan rasa aman, khususnya bagi perempuan.
Mengapa Catcalling Perlu Dihentikan?
Catcalling adalah tindakan pelecehan verbal yang biasanya dilakukan di ruang publik dan dapat berupa komentar, siulan, atau kata-kata yang memiliki konotasi seksual.
Meskipun sering dianggap sebagai "pujian" atau candaan, catcalling sejatinya menciptakan ketidaknyamanan bagi korban.Â
Menurut survei yang dilakukan oleh LSM Plan International, sebanyak 85% perempuan muda di Indonesia mengaku pernah mengalami pelecehan di ruang publik, termasuk catcalling. Ironisnya, beberapa orang menganggapnya sebagai hal biasa atau bahkan sebagai bentuk apresiasi.Â
Padahal, menurut psikolog sosial, pelecehan verbal ini sering menimbulkan rasa cemas, takut, hingga berdampak pada kepercayaan diri korban.
Dalam budaya feodalistik yang memandang perempuan sebagai objek perhatian atau hiasan publik, catcalling dianggap hal yang biasa. Paradigma ini harus diubah karena berdampak pada cara perempuan memandang diri mereka sendiri.Â
Ketika pelecehan verbal dianggap wajar, banyak perempuan merasa tidak berdaya dan bahkan mulai mempertanyakan sikap atau penampilan mereka.Â
Dalam konteks ini, catcalling lebih dari sekadar komentar, ia adalah bentuk pelecehan yang merampas hak perempuan untuk merasa aman di ruang publik.
Pentingnya Sikap Tegas Dalam Menghadapi Pelecehan
Tindakan menegur langsung pihak yang melakukan catcalling merupakan contoh sikap tegas yang diperlukan dalam situasi seperti ini. Terkadang, korban pelecehan verbal tidak berani melawan atau memberikan teguran karena khawatir akan respons yang lebih kasar dari pelaku atau karena takut dianggap "berlebihan."Â