Mohon tunggu...
Yuriadi
Yuriadi Mohon Tunggu... Lainnya - | Penulis lepas | https://www.kompasiana.com/ceritayuri

Warga Negara Indonesia (WNI) biasa dari Kota Makassar. Menyukai informasi teknologi, sosial, budaya dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Stop Catcalling! Saatnya Ciptakan Ruang Publik yang Aman untuk Semua

15 November 2024   15:15 Diperbarui: 17 November 2024   14:06 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: pixabay.com @albersHeinemann)

Pada salah satu acara Debat Pilkada 2024 tanggal 14 November kemarin, salah seorang presenter sekaligus jurnalis senior wanita tanah air, yang saat itu memoderasi acara tersebut mengalami perbuatan yang kurang menyenangkan dari hadirin yang disinyalir sebagai pendukung salah satu pasangan calon. Ia mengalami apa yang dinamakan sebagai catcalling. 

Secara spontan, ia pun langsung menegur pihak yang terlibat, menyampaikan pesan tegas bahwa bentuk pelecehan verbal seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. 

Insiden ini menyulut perbincangan luas mengenai fenomena catcalling di ruang publik yang, karena adanya potensi dampak negatif yang bisa saja timbul bagi kenyamanan dan rasa aman, khususnya bagi perempuan.

Mengapa Catcalling Perlu Dihentikan?
Catcalling adalah tindakan pelecehan verbal yang biasanya dilakukan di ruang publik dan dapat berupa komentar, siulan, atau kata-kata yang memiliki konotasi seksual.

Meskipun sering dianggap sebagai "pujian" atau candaan, catcalling sejatinya menciptakan ketidaknyamanan bagi korban. 

Menurut survei yang dilakukan oleh LSM Plan International, sebanyak 85% perempuan muda di Indonesia mengaku pernah mengalami pelecehan di ruang publik, termasuk catcalling. Ironisnya, beberapa orang menganggapnya sebagai hal biasa atau bahkan sebagai bentuk apresiasi. 

Padahal, menurut psikolog sosial, pelecehan verbal ini sering menimbulkan rasa cemas, takut, hingga berdampak pada kepercayaan diri korban.

Dalam budaya feodalistik yang memandang perempuan sebagai objek perhatian atau hiasan publik, catcalling dianggap hal yang biasa. Paradigma ini harus diubah karena berdampak pada cara perempuan memandang diri mereka sendiri. 

Ketika pelecehan verbal dianggap wajar, banyak perempuan merasa tidak berdaya dan bahkan mulai mempertanyakan sikap atau penampilan mereka. 

Dalam konteks ini, catcalling lebih dari sekadar komentar, ia adalah bentuk pelecehan yang merampas hak perempuan untuk merasa aman di ruang publik.

Pentingnya Sikap Tegas Dalam Menghadapi Pelecehan
Tindakan menegur langsung pihak yang melakukan catcalling merupakan contoh sikap tegas yang diperlukan dalam situasi seperti ini. Terkadang, korban pelecehan verbal tidak berani melawan atau memberikan teguran karena khawatir akan respons yang lebih kasar dari pelaku atau karena takut dianggap "berlebihan." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun