Bab 4 -- Mencari Anna
Pagi itu, Anna merasakan dorongan kuat dari dalam tubuhnya. Kinan ingin pulang. Ada kerinduan yang menusuk, bukan sekadar ingin kembali ke rumah, tetapi merindukan hangatnya rumah Papa---tempat ia bisa menjadi dirinya sendiri, walau tanpa teman.
Anna bangkit perlahan, menatap bayangannya di cermin besar kamar rumah sakit. Kilasan hidup Kinan mulai terputar seperti film di dalam benaknya. Setiap tawa, tangis, kesepian, dan perjuangan Kinan terasa nyata. Anna tidak bisa menahan air mata.
Kinan, dengan semua yang dimilikinya---kecantikan, kecerdasan, dan kekayaan---tetap saja hidup dalam keterbatasan. Jantung yang rapuh membuatnya terpenjara. Ia tumbuh menjadi gadis yang harus menelan segala mimpi, menghabiskan hari-hari dalam kesendirian. Dan kini, ia akan menikah dengan lelaki yang bahkan tidak menginginkannya.
Anna menggenggam meja cermin erat. Kenapa kamu setuju menikah dengan pria seperti itu? bisiknya pada refleksi dirinya. Namun Anna tahu jawabannya. Kinan melakukannya demi Papa. Demi kebahagiaan lelaki yang telah merawat dan mencintainya sepenuh hati.
Anna menarik napas panjang, mencoba mengendalikan pikirannya. Tapi kemudian, pertanyaan lain muncul di benaknya, Bagaimana dengan hidupmu sendiri, Anna?
Ingatan terakhir yang dimilikinya adalah saat tali sling yang digunakannya untuk panjat dinding terlepas. Ia meluncur bebas dari ketinggian, lalu semuanya menjadi gelap.
Dokter Hasan datang lagi pagi itu, membuyarkan lamunan Anna. Dokter Hasan  tampak terkejut melihat kondisi pasiennya yang begitu segar. Semua tanda-tanda vital menunjukkan perbaikan luar biasa.
"Kondisimu benar-benar membaik," katanya dengan senyum penuh arti. "Awalnya saya berencana memulangkanmu sehari sebelum pernikahan, tapi melihat ini, kamu sudah bisa pulang hari ini."
Anna tersenyum kecil. Energi Anna yang menguasai tubuh Kinan tampaknya memberikan efek luar biasa. Meski tubuh ini tidak segesit tubuhnya sendiri, ia merasa lebih kuat dan percaya diri.