Mohon tunggu...
Citra Nirmala
Citra Nirmala Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pentingnya Mengenal dan Mengelola Emosi Sejak Dini

27 Januari 2017   09:08 Diperbarui: 27 Januari 2017   14:18 2161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak orang keliru menyamakan emosi dengan marah. Padahal marah adalah salah satu bentuk emosi. Emosi merupakan reaksi subjektif terhadap pengalaman tertentu yang ditandai dengan perubahan psikologis atapun perilaku. Macam-macam bentuk emosi seperti marah, kesal, takut, gembira, sedih, bosan, kecewa, dsb. Kadang kita sebagai orang dewasa saja sulit mengungkapan emosi yang kita rasakan. Bayangkan bagaimana dengan anak bayi dan anak usia tiga tahun?

Saya pernah baca salah satu referensi tentang parenting bahwa ketika bayi menangis tidak perlu langsung digendong supaya diam. Akan tetapi dibiarkan saja dahulu sampai dia diam sendiri. Kalau tangisannya semakin kencang baru orangtua boleh merespon. Namun, ternyata pola tersebut jika dilakukan dapat mengganggu perkembangan kemampuan bayi dalam mengatur kondisi emosionalnya. Secara ideal, pendekatan yang baik adalah mencegah rasa tertekan sehingga penenangan tidak dibutuhkan.

Ben (34 months) sejak usia 1,5 tahun saya mulai mengenalkannya dengan berbagai macam emosi. Misalnya, ketika ia marah saya asosiasikan dengan warna mainannya yg berwarna merah, jika dia senang saya asosiasikan dengan mainnya yg berwarna hijau. Sekarang Ben sudah mampu mengenali emosi yang ia rasakan. 

Saya juga mengenalkan berbagai macam emosi sesuai dengan ekpresi dan perubahan fisiologis yang ditunjukkan olehnya. Contoh ketika dia cemberut, alisnya berkerut, saya bertanya "Ben kok mulutnya manyun, cemberut, alisnya "nyureng", Ben marah?" Dari deskripsi perubahan fisiologis dan ekspresi yang saya tunjukkan bertujuan untuk memberitahu Ben bahwa seperti ini lho gambaran orang yang sedang marah. Sekarang Ben sudah pandai membaca emosi orang, terutama emosi marah. Apalagi kalau mamanya yg marah, hahaha...

Berbeda dengan bayi yang idealnya harus segera direspon ketika mereka menunjukkan emosinya. Usia 1,5-2 tahun adalah usia yang tepat untuk mengenalkan bentuk-bentuk emosi. Sedangkan, usia 2-3 tahun adalah usia tepat untuk mengajarkan anak bagaimana cara mengendalikan emosi tersebut. Mengacu pada teori Piaget (salah satu tokoh psikologi perkembangan) kesadaran diri anak mulai muncul antara usia 15 dan 24 bulan. Dan pada usia 3 tahun anak mampu menunjukkan evaluasi diri dengan pemahaman diri yang dimilikinya dan pengetahuan tentang standar yang diterima masyarakat.

Selain mengenal dan mengontrol emosi sendiri, hal lain yg tidak kalah penting adalah membantu anak memahami emosi orang lain (empati). Empati berbeda lho dengan simpati. Empati melibatkan bagaimana anak dapat merespon penderitaan anak lain layaknya dia yang mengalami penderitaan tersebut. Itu mengapa ketika anak menunjukkan emosi tertentu, sebaiknya kita merespon dengan tepat. Contohnya ketika anak marah, tidak sedikit orangtua yang terpancing ikut marah sehingga anak semakin tidak dapat mengendalikan emosi marahnya. Kenapa? Karena mereka mendapatkan respon yang tidak tepat dari orangtuanya. Ketika anak marah, anak merasa frustasi dan jika ia tidak mendapatkan respon yang tepat maka ia akan semakin frustasi yang membuatnya bertindak semakin tantrum.

Kecerdasan emosional merupakan salah satu komponen kecerdasan yang perlu kita bangun sejak anak masih kecil. Pengenalan dan pengelolaan emosi berkaitan dengan pembentukan tempramen seorang anak. Oleh karena itu, semakin dini anak belajar mengenal emosi yang ia rasakan, maka anak semakin mudah mengajarkannya untuk menyalurkan dan mengelola emosi dengan baik. Dengan pemahaman yang tepat akan emosi yang dirasakan anak, anak juga akan belajar cara menyalurkan dan mengendalikan emosi yang dirasakannya. Secara singkat anak disebut cerdas secara emosi apabila :

1) Anak telah mampu mengenali emosi yg mereka rasakan,

2) Anak telah mampu mengontrol emosi tersebut,

3) Anak telah mampu mengenali emosi anak lain (empati), dan

4) Anak telah mampu dapat membina hubungan dengan anak lain.

Referensi :

~ Papalia, D., Et al. (2010). Human Development. New York: McGraw Hill Companies.

~ sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun