Jadi sebuah solusi yang memungkinkan adalah kembali lagi menggunakan tenaga hewan dalam bertransportasi. Jelas akan dibutuhkan infrastruktur yang berbeda, dan waktu belajar bagi masyarakat pengguna. Namun jika kita peduli akan keberlangsungan hidup kita di bumi, saatnya kita belajar lagi. Mungkin Pemerintah jangan lagi mengejar produksi mobil nasional, bagaimana jika pemerintah lebih mengembangkan peternakan Nasional?
2. Hidup terburu-buru tidak baik buat kesehatan.
Kelebihan penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak bumi adalah kecepatan. Mobil bisa lebih cepat dibandingkan kereta kuda. Sepeda motor bisa lebih cepat dibandingkan kuda. Akan tetapi apakah segala sesuatu yang lebih cepat itu akan baik buat kita?
Saya setuju untuk kendaraan yang digunakan dalam situasi darurat membutuhkan sesuatu yang cepat seperti Ambulance, Helikopter Penyelamat, Perahu Penyelamat, dan lainnya. Namun apakah untuk kegiatan sehari-hari kita membutuhkan hal tersebut?
Katanya mobil paling cepat adalah Bugatti Veyron Super Sport, yang bisa mencapai 450.6 km/jam, harganya lebih dari 50 milyar rupiah. Dimana kita akan menggunakan mobil seperti itu? Sedangkan kemarin ketika Penggemar Mobil Mewah toring di jakarta mereka tidak bisa ngebut.
Untuk penggunaan dalam kota seperti jakarta kecepatan mobil jarang bisa diatas 100 km/jam. Jika di kota yang lebih sepi atau daerah perkebunan mungkin bisa lebih dari itu. Akan tetapi perlukah kita selalu memacu kendaraan kita?
Kehidupan perkotaan yang serba cepat dan kondisi yang serba macet mengakibatkan tekanan yang lebih tinggi bagi penduduknya. Semuanya jadi serba terburu-buru, harus lebih cepat dan lebih cepat lagi. Pola hidup seperti ini jelas akan mempercepat umur kita. Bandingkan dengan pola hidup santai di pedesaan. Bahkan Orang Kota pun akhir minggu ingin merasakannya. Pola hidup terburu-buru ini jelas tidak baik buat kesehatan, seperti yang ditulis saudari Husnantiya.
3. Interaksi Manusia dan Hewan yang baik akan melestarikan hewan tersebut.
Kehidupan Gajah di Belantara Sumatera tidak lebih baik dari kehidupan Anjing cihua hua yang dipelihara di jakarta. Habitat Gajah semakin berkurang karena daerah jelajahnya telah berubah menjadi perkebunan. Sumber makanan gajah juga semakin menipis, sehingga akhirnya mereka memasuki perkampungan.
"Peperangan gajah melawan Manusia" ini pun semakin banyak terjadi di penjuru sumatera. Pada satu periode April Mei Juni 2012, 12 Gajah Mati diracun.
Bandingkan dengan kehidupan anjing atau kucing peliharaan. Mereka diberi makan, diajak berolah raga, bahkan ada yang mendapat perawatan rutin di salon. Tidak dapat dihindari bahwa hewan yang didomestifikasi akan dapat hidup lebih baik.
Jika akhirnya gajah dimanfaatkan kembali menjadi salah satu moda transportasi, maka besar kemungkinan gajah tidak punah. Memang akan lebih baik jika mereka hidup di alam liar. Akan tetapi mengingat keterbatasan lahan dan pertambahan jumlah penduduk, manusia pasti akan menggusur "rumah gajah". Daripada berdebat tanpa henti mana yang lebih penting, mengapa tidak dicari jalan tengahnya. Jika manusia bisa hidup berdampingan dengan hewan-hewan liar seperti itu, tentu hewan tersebut bisa hidup lebih layak dan lebih terjaga. Mungkin sifat liarnya akan menjadi hilang dan kodratnya akan berubah, tapi bagaimana lagi cara kita beradaptasi?
Itulah secuit ide dan gagasan saya terkait masalah pemanasan global, transportasi, dan kelestarian lingkungan (terutama gajah). Mungkinkah pemerintah tertarik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H