"Eh aku situ ya deket kamu," sambil menunjuk bangku yang dia harapkan.
"Aku juga situ pokoknya. Kanan kamu ya." Sahut yang lain.
"Aku situ. Aku situ. Aku situ."
Ah, berisik sekali celoteh-celoteh mereka yang tak terarah. Tanpa ada yang mengatakan sepertinya aku juga sudah tahu maksud dari mereka. Di sisi lain ada yang sedang membenahi tempat duduk mereka agar saat menyontek nanti bisa lancar. Ada juga yang sedang sibuk mencatat contekan. Tapi, ada juga yang sibuk mania menghafal materi.
Bisa dipastikan bahwa pagi itu bangku deretan depan bakalan sepi mahasiswa. Kalau sudah begitu, aku jadi merasa terasingkan. Ya, mungkin saja nanti aku akan bertanya tapi tidak untuk menyontek. Tidak akan aku ulangi menyontek versi pertamaku yang menjadikan aku panas dingin.
Ok, waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB, waktunya bertempur dengan "pertanyaan". "Nggeeekkkk," tengok ke kiri sebentar ahh. Wuih deretan lima bangku dari kiriku komunitas mahasiswa pada telat, cowok semua lagi. Semangat membara buat ulangan kali ini sudah pupus gara-gara aksi tak sportif pun dimulai.
Tidak pakai lama, dosen setengah baya itu langsung mengedarkan lembar pertanyaan tapi belum komplit karena tidak sama lembar isinya juga. Sekali membaca pertanyaan nomor satu aku langsung mengibarkan senyum. Bagaimana tidak, ternyata tidak sia-sia aku belajar. Daya ingatku menyerap materi ternyata bertahan hingga pertanyaan terakhir.
Meskipun sudah sedikit kelelahan menulis tetapi sebisa mungkin aku selesaikan. Sesekali agar tidak terlalu pusing aku memantau tingkah-tingkah aneh teman sekelas yang bergerak cepat. Sempat dalam hati berkata.
"Sudah lagu lama ketika aku jujur maka aku yang akan dibilang munafik. Dan ketika mereka bertingkah seperti halnya para pemimpin yang membohongi rakyatnya. Maka hal itu juga yang akan mereka percaya untuk dibiasakan."Â Kataku dalam hati.
"Ayuk? Apa kamu pekerjaanmu sudah selesai? Tidak usah memperhatikan teman-temanmu." Tanya dosen itu.
"Eh ya belum kok Buk. (Ekspresiku kaget) Ya, kan Cuma memperhatikan nggak nyontek aku."