Mohon tunggu...
Banyu
Banyu Mohon Tunggu... Seniman - Eksplorasi Rasa

Writing for happy ending

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Caci Maki Indah

2 Januari 2022   10:46 Diperbarui: 2 Januari 2022   10:52 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic: unsplash.com 

Dua puluh enam tahun yang lalu, di pesisir utara salah satu kota di Jawa Timur lahirlah seorang anak laki-laki. Ia lahir dari keluarga sederhana di sebuah desa di tepian kota. Ia sejak kecil berparas manis, berkulit bersih, dan selalu tersenyum yang selalu menarik perhatian bagi mata yang memandang. Sejak kehadirannya ibu bapaknya nampak bahagia karena anak kedua mereka yang ditunggu ternyata sesuai harapan mereka, laki-laki. Namun sayang, kebahagiaan itu memudar seiring berjalannya waktu. Sebab sang ayah melihat bahwa sang anak tidak seperti anak lelaki pada umumnya.

Ayahnya bertempramen keras, ibunya seorang wanita penyayang yang selalu setia dengan ayahnya. Semenjak kecil ayahnya sering mencemooh sang anak, sebab sikapnya yang begitu kalem dan perasa seperti seorang perempuan. Ayahnya teramat geram dengan gesture dan tingkah laku bawaan anaknya seperti itu. Ia merasa risih dan tidak nyaman. Disisi lain, sang anak tidak tahu menahu mengapa ayahnya begitu kasar ucapan dan laku kepadanya. Sang anak hanya membatin dan mengambil jarak dari ayahnya karena hal itu. Padahal dalam hatinya ia tak tahu mengapa ia seperti itu dan ia sebenarnya ingin dekat dengan ayahnya. Apakah ada yang salah dengan dirinya pikirnya.

Di sekolah pun ia sering menjadi bahan olokan, sedikit bahkan hampir tidak ada anak lelaki yang mau bermain dengan nya. Bullyan dan hinaan fisik dan verbal sudah diterimanya sejak usia sebelia itu. Alhasil iapun hanya sedikit memiliki teman lelaki karena merasa takut dan merekapun tidak mau menerimanya. Alhasil ia memilih menyendiri atau bermain dengan teman perempuan yang mau menemaninya. Meskipun di dalam hati kecilnya ia ingin punya teman lelaki juga. Teman yang bisa menyakinkan kalau ia tidak berbeda dengan mereka. Namun sia-sia saja, semakin berusaha mendekat bully itu kian menjadi. Akhirnya lambat laun ia makin percaya kalau ia tidak sama dengan mereka.

Di lingkungan sekitar tempat tinggalpun hal serupa di alaminya. Mulai dari cibiran ibu-ibu yang melontarkan kata yang menggores hati (perawan,banci,lemah,dll) Pelecehan fisik yang diterimanya dari pria-pria yang menganggapnya seperti perempuan, dan berbagai kejadian yang tak mungkin pernah bisa ia lupakan sepanjang hidupnya. Hinaan, cacian, bullying verbal dan fisik sudah menjadi makanan psikisnya dimanapun ia berada. Bahkan hingga ia menginjak remaja hingga dewasa. Kata banci/bencong/perawan sudah menjejali psikis dan pikirannya sejak kecil. Ia teramat benci dengan kata-kata itu tapi semua itu harus diterimanya. Karena kata itu adalah identitas yang mereka berikan pada dirinya.

Beranjak dewasa bullying fisik sudah semakin jarang ia terima namun ejekan verbal masihlah sering terdengar olehnya. Dan ia mulai pula mengenal perihal perasaan. Ia selalu kagum dengan lelaki yang berkharisma, banyak senyum, teduh wajah dan tutur katanya. Dan entah mengapa alam bawah sadarnya selalu merarik ia pada para lelaki seperti itu. Terlebih dengan paras wajahnya yang rupawan itu selalu menarik perhatian siapapun bahkan dari para lelaki yang memandanginya. Meski demikian ia tak pernah terpikirkan untuk berparas layaknya perempuan. Ia hanya lelaki yang berperasaan dan berperilaku lembut semata.

Seiring berjalannya waktu kekaguman itu berubah menjadi kebutuhan psikis yang ingin ia dapatkan dari lelaki itu. Dan pada masa kuliah bertemulah ia dengan seorang lelaki yang bisa memenuhi kebutuhan psikisnya itu tadi. Ia adalah sahabatnya sendiri. Sahabatnya memperlakukan ia layaknya seperti sahabat, ia selalu hadir dan mensupport dirinya saat ia membutuhkannya. Namun sayang ia dengan kehausan yang dirasainya mengartikan semua itu berbeda. Ia benar-benar termabukkan oleh perasaan pada sahabatnya. Ia begitu haus akan penerimaan dan kasih sayang dari lelaki. Dia benar-benar melekatkan perasaanya pada sahabatnya itu. Dan sebab kedekatan tersebut tak jarang ada yang menganggap mereka adalah pasangan.

Di titik tersebut ia sudah tidak memedulikan omongan orang lain. Ia sudah kenyang dan khatam dengan hinaan cacian orang.

''HEY INGAT AZAB TUHAN''

ucap seorang teman lelaki sejurusan yang sedang menggandeng pacar perempuannya saat lewat di depan mereka berdua yang sedang duduk di sebuah bangku di teras kampus. Hal semacam itu sering ia dengar, dan di kampuspun muncul desas desus kalau mereka berdua digossipkan  menjalin hubungan. Tak tahan dengan semua itu, sahabatnya mulai mengambil jarak dan menjauh darinya. Dan benar, ia kehilangan sahabatnya itu karena gossip itu. Ia benar-benar hancur, ia teramat sedih dan kehilangan arah. Kenapa semua itu terjadi padanya pikirnya, mengapa semua orang tak ingin melihat ia behagia sebentar saja. Mengapa ?

Setahun ia mengambil jarak dari siapapun, ia hanya mengadukan kesedihannya pada Tuhan dan buku diarynya semata. Kemudian kenallah ia dengan seorang lelaki lain serupa, yang menolongnya namun sekaligus menjadi pembuka jalan baginya pada dunia berwarna. Dengan paras menawannya tidak sedikit lelaki yang ingin mengajak ia berkenalan aka berhubungan. Namun ia tahu akan aturan agama dan nilai yang sejak lama ia pegang. Dan suatu ketika setelah lulus kuliah hadirlah seorang lelaki yang benar-benar meruntuhkan pertahanannya, ia sempurna menurut perasaannya. Dan akhirnya terjerumuslah ia kedalam hubungan terlarang itu. Ia mabuk dengan perasaan pada lelaki itu, hingga lupa batasan diri yang selama ini ia pegang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun