Mohon tunggu...
Banyu
Banyu Mohon Tunggu... Seniman - Eksplorasi Rasa

Writing for happy ending

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semenanjung Sore

12 April 2020   10:19 Diperbarui: 25 Desember 2020   21:53 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://c.pxhere.com/

Hari menuju sore. Langit biru terhampar luas di atas sana, jajaran awan putih cerah menyelimuti beberapa bagian darinya. Angin berhembus cukup kencang di semenanjung buatan yang menjorok panjang ke utara tepian pantai ini. 

Pohon-pohon pinus di bagian tengah sepanjang semenanjung inipun menari bersama angin, sedang ombak di sepanjang lautan bersorak sorai mengantar perahu nelayan yang mengais kehidupan di atasnya.

Aku bersandar di tepian semenanjung bagian paling ujung, membawa buku sketsa dan sebuah pensil yang kubawa dari kostan. Aku selalu menyukai tempat ini untuk menyendiri ataupun untuk merenungkan sesuatu kala sore seperti ini. Atau kadang tempat untuk membuang air mata yang kadang tak tertahankan.

Akupun memandang ke arah barat sana, mencoba mencari sesuatu yang bisa kugambar di buku sketsaku. Dan entah untuk keberapa kalinya ku gambar lagi langit sore. 

Sebenarnya aku tidak benar-benar menggambar apa yang kulihat disana. Melainkan sedang menggambar hal yang sedang kurasakan di dalam dada. Menggoreskan tiap rasa yang tersimpan begitu rapat.

Setengah jam berlalu, selesailah sketsa itu. Kuletakkan di sebelah kiriku. Kuangkat paha dan kudekap ia sejajar dengan dadaku. Kemudian kusandarkan dagu diatas lutut. 

Kupandang langit di atas sana dengan mata nanar, kulamunkan harapan yang mungkin saja masih ada. Namun entah mengapa justru bayang-bayang masa lalu yang bermunculan. Akupun menghela nafas panjang sembari mengusap bulir-bulir air mata yang keluar.

Tak berselang lama kudengar seperti suara sepeda disandarkan. Lekas kucoba menghapus sisa-sisa kesedihan di wajah. Kutengok ke arah suara itu berasal. Seseorang berkaos putih dengan celana cargo memakai topi berwarna army. 

Ia membawa tas yang isinya peralatan memancing. Sesaat ia melihat ke arahku. Kemudian sibuk menyiapkan peralatan pancingnya. Aku sendiri kembali melihat langit di ufuk sana menyusuri sudut pikiran yang bergumul bersama. Mencari jawaban.

Kulihat langit kian sore, kutengok arah utara melihat setitik nyala anjungan migas yang nampak kokoh di antara riuh gelombang laut. Kudengar suara langkah mendekat ke arah ku. Orang tadi berdiri tidak jauh dariku kemudian menaruh peralatan pancingnya disampingku.

"Sorry, bisa gabung disini ?" katanya sambil melihat ke arah mataku. Dan entah mengapa aku merasakan, ia seperti sedang menyelidik sesuatu dengan pandangan itu. Aku mengangguk pelan. Dia pun ambil posisi duduk sekitar 2,5 meter dariku. Menjulurkan pancing ke laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun