Aspek Filsafat
- Determinisme: Meyakini weton dapat dianggap sebagai bentuk determinisme, di mana nasib ditentukan oleh faktor eksternal (weton) bukan oleh kehendak bebas manusia atau kekuasaan Allah karena bertolak belakang dengan konsep qada dan qadar. Selain itu hal tersebut juga kontradiksi dengan kehendak bebas manusia: Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk memilih (ikhtiar) dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Meyakini bahwa weton sepenuhnya menentukan nasib seseorang menafikan peran usaha dan doa dalam hidup, yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Aspek Hukum IslamÂ
- Tidak ada dasar hukum: Tidak ada dasar hukum dalam Al-Qur’an dan Hadits yang mendukung keyakinan pada weton sebagai penentu nasib.
- Larangan berbuat syirik: Al-Qur’an dan Hadits melarang berbuat syirik (menyekutukan Allah) dalam bentuk apapun (QS. Al-Baqarah: 22).
Kesimpulannya sebagai warisan budaya, weton merupakan salah satu tradisi yang mencerminkan kekayaan budaya Jawa. Namun, Islam mengingatkan agar kita tidak meyakini sesuatu secara berlebihan hingga menyekutukan Allah SWT. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Allah. Dengan demikian, sebagai umat Islam, penting untuk memegang teguh tauhid dan menjadikan tradisi sebagai bagian dari budaya, bukan dasar keyakinan hidup.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!