Debat kandidat Pilkada 2024 di beberapa daerah di Jawa Timur sedang trending di media sosial. Pasangan calon seperti yang ada di daerah Bojonegoro, Sidoarjo, dan Kediri tengah mencuri perhatian masyarakat publik. Mulai dari program revolusioner dan isu-isu lokal hingga momen kontroversial, perdebatan ini seringkali menjadi tolak ukur kualitas seorang kandidat. Namun sejauh mana perdebatan ini akan menentukan hasil akhir pemilu?Â
Salah satu rangkaian dalam kampanye Pilkada adalah dilaksanakannya debat Pilkada yang diselenggarakan oleh KPU di daerah setempat. Menurut peraturan yang tertuang di Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia, debat pasangan calon kepala daerah adalah salah satu bentuk kampanye politik yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menyampaikan visi misi dan program kerja setiap pasangan calon kandidat kepada seluruh masyarakat.
Debat Pilkada dilaksanakan secara transparan yang mana seluruh lapisan masyarakat bisa menyaksikan debat pilkada di media platfrom KPU di daerah penyelenggara debat pilkada seperti di youtube dan televisi. Dengan itu mereka bisa menyaksikan debat, dimana masyarakat diharapkan bisa terlibat dan peduli terhadap proses pemilihan. Sehingga dapat meningkatkan partisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah agar lebih mengetahui bagaimana kualitas calon kandidat.Â
Debat Pilkada di Bojonegoro ditandai dengan persaingan yang ketat antara dua pasangan kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati, dengan kritik keras terhadap isu pertanian dan infrastruktur yang menjadi perdebatan disesi debat. Nomor urut 1 calon Bupati dan Wakil Bupati tersebut adalah Teguh Haryono dan Farida Hidayati yang didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Perindo. Sedangkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 2 yaitu Setyo Wahono dan Nurul Azizah yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Demokrat, Golkar, PPP, PKB, PBB, PAN, Nasdem, PKS, Hanura, Partai Buruh, Partai Gerora, Partai Ummat, dan Partai Politik PSI.
Namun pada sesi debat berlangsung terjadi insiden dimana salah satu debat dibatalkan karena melanggar aturan sehingga memicu perdebatan besar. Insiden tersebut memicu kontroversi yang mengaburkan fokus kandidat terhadap program tersebut. Dalam debat kali ini, Teguh Hariyono dan Farida Hidayati banyak dikritik masyarakat atas sikap dan gaya komunikasinya dalam menyampaikan visi misi dan isu daerah selama debat berlangsung. Dengan hal itu, pasangan Setyo Wahono-Nurul Azizah yang sebelumnya kurang terwakili, menjadi menonjol setelah menawarkan program berbasis infrastruktur pedesaan. Total perolehan suara Setyo Wahono dan Nurul Azizah cukup tinggi yakni 89,27% yang menunjukkan bahwa pendekatan teknokratis lebih diterima masyarakat dibandingkan gimmick debat. Sementara itu pasangan nomor urut 1 mendapatkan perolehan suara sebesar 10,73 % suara.Â
Hal serupa juga terjadi pada debat Pilkada Jawa Timur di daerah Sidoarjo. Fokusnya adalah perdebatan sengit antara Calon SAE (Ahmad Amir Asritin dan Eddy Widodo) dengan Calon BAIK (Subandi dan Mimik Idayana). Pasangan SAE diusung koalisi PAN, PKB, dan PDIP. Di sisi lain, pasangan BAIK didukung oleh Partai Golkar, Gerindra, dan Partai Demokrat. PKN, Partai Buruh, Pelindo, Garuda, Partai Umat, Hanura. Sementara pasangan BAIK mencoba menyajikan pembangunan metropolitan, pasangan SAE, yang berfokus pada penyebaran langsung APBD, berhasil memenangkan hati masyarakat. Meskipun perdebatan mengenai efektivitas anggaran menjadi topik hangat, pasangan BAIK berhasil memperoleh 58,04% suara dan mendominasi di 17 kecamatn dari 18 kecamatan yang ada di Sidoarjo. Peluang BAIK untuk menang meningkat setelah debat yang menghadirkan solusi inovatif. Sementara pasangan SAEmemperoleh suara sebesar 42 % suara dan hanya unggul di 1 kecamatan saja.Â
Tidak Hanya itu debat Pilkada Kota Kediri 2024 menyedot perhatian karena dua pasangan calon semangat mengutarakan visinya secara sengit. Kontestan nomor urut satu Vinanda Prameswati dan KH. Qowimuddin Thoha fokus pada transparansi pemerintahan dan penghapusan KKN. Pasangan ini didukung oleh gabungan tujuh partai parlementer dan ekstra-parlemen. Yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, Gerindra, PDI Perjuangan, PKB, PKS, Hanura. Dua partai ekstra-parlemen masing-masing adalah PSI dan PPP. Sementara itu, calon nomor urut dua, Ferry Silviana Feronica dan Regina Nadya Swono, menyoroti keberhasilan program kota Kediri hingga saat ini dan komitmen mereka terhadap pembangunan berkelanjutan. Mereka diusung dan didukung oleh dua partai politik: Partai Nasdem dan Partai PAN. Dinamika non-debat terjadi di Kediri, kurangnya debat publik menjadi kendala dalam mempertimbangkan rencana kerja para kandidat. Namun, pasangan terpilih berada pada pasangan nomor urut 1 dengan perolehan suara 98,205 suara, dan pasangan terpilih masih unggul dalam pendekatan kampanye pribadi dan program realistis. Sedangkan pasangan yang dikenal sebagai bunda Fey-Regina memperoleh 74,615 suara.Â
Rekaman debat menyebar dengan cepat di media sosial, seringkali menjadi senjata dalam kampanye pemilu atau dikritik keras oleh lawan politik. Ketegangan dalam debat seringkali mencerminkan kelemahan suatu penyelenggara, seperti penundaan debat di Bojonegoro yang berujung pada kritik terhadap kinerja KPU. Namun kemenangan pasangan seperti Setyo dan Nurul di Bojonegoro menunjukkan bahwa viralitas harus didukung dengan program yang kuat.Â
Pasangan pemenang cenderung memiliki pendekatan komunikasi yang unik dan efektif. Hal ini terlihat pada pasangan SAE di Sidoarjo yang memadukan retorika argumentatif dengan tindakan praktis selama kampanye pemilu. Hasil Pilkada menunjukkan pemilih di Jawa Timur cenderung memilih calon yang fokus pada isu lokal. Hal ini menyoroti pentingnya memahami kebutuhan lokal dibandingkan sekadar mencari perhatian nasional. Pernyataan kontroversial yang dilontarkan saat debat dapat menjadi dasar kampanye negatif dan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kandidat.Â
Debat publik membuat masyarakat semakin tertarik dengan proses demokrasi. Antusiasme yang tinggi seringkali mencerminkan keberhasilan dalam pendidikan politik. Diskusi di media sosial meningkatkan kesadaran politik masyarakat, khususnya di kalangan pemilih muda. Debat Pilkada di Jawa Timur memberi warna baru dalam persaingan politik daerah. Meski belum tentu menjadi faktor penentu kemenangan, namun debat tersebut berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperluas cakupan visi dan misi para kandidat. Namun, kunci keberhasilan pemilukada tetap pada kekuatan institusi politik, strategi yang berbasis pada isu-isu local dan pendekatan kepada masyarakat secara langsung terutama masyarakat.