Mohon tunggu...
Budi Santoso
Budi Santoso Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

100 Hari Kerja Hanya Manis dalam Kata-kata

24 Januari 2018   13:52 Diperbarui: 24 Januari 2018   14:03 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tradisi politik kita, momen 100 hari kerja biasanya digunakan sebagai observasi awal suatu pemerintahan bisa dikatakan berhasil atau tidak. Memang tidak bisa dijadikan sebuah ukuran pasti, namun pada momen 100 hari kerja biasanya indikasi itu sudah tampak.

Tepat pada hari ini, kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta memasuki usia 100 hari kerja. Dan, tampaknya apa yang dikerjakannya tak semanis yang dijanjikannya dulu.

Hal itu dibenarkan oleh pengamat kebijakan publik Universitas Gajah Mada (UGM) Erwan Agus Purwanto. Ia mengatakan bahwa 100 hari kerja akan dijadikan evaluasi untuk melihat janji kampanye terlaksana atau tidak. Sayangnya, realisasi janji kampanye Anies-Sandi dinilai kurang memuaskan.

Hal itu dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang digulirkan oleh Gubernur DKI Jakarta itu yang banyak yang meleset dari apa yang dijanjikannya. Misalnya, terkait rumah DP 0 persen yang sempat dijagokan sebagai program unggulan dulu.

Saat kampanye Anies-Sandi menjanjikan rumah murah untuk rakyat berpenghasilan rendah. Katanya itu sebagai bentuk keberpihakkannya pada masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.

Namun faktanya tidak semanis itu. Rumah DP 0 persen itu tak lain adalah rumah susun. Tapi itu tak pernah disebutkannya saat kampanye dulu. Bahkan warga penghasilan bawah sulit mengakses itu. Pasalnya, program Anies-Sandi DP Rp 0 hanya untuk mereka yang bergaji di bawah Rp 7 juta. Berbeda dengan program perumahan Jokowi yang untuk masyarakat berpenghasilan maksimal 4 juta.

Masyarakat yang berpenghasilan di bawah 4 juta, akan bersaing dengan mereka yang memiliki kemampuan di atas itu. Rusun itu pun juga bisa dijual. Berbeda dengan konsep yang ditawarkan Ahok dulu. Sehingga, rumah DP 0 persen tidak menutup kemungkinan bisa menjadi permainan para spekulan properti.

Kemudian, program OK OCE juga berbeda seperti yang dikampanyekan dulu, dimana dulu disebut sebagai habitus usaha rakyat. Namun, nyatanya hanya fasilitasi dan konsultasi UMKM. Terdapat pinjaman modal, namun bunganya sangat tingi, bahkan melebihi KUR Bank-Bank BUMN, yaitu 13 persen per tahun.

Dalam bidang transportasi tidak ada kebijakan yang signifikan, justru menambah kemacetan dengan memperbolehkan motor melintas di kawasan Sudirman-Thamrin. Kemudian, memberi ijin operasional becak dan menerapkan penutupan jalan di kawasan Tanah Abang untuk PKL.

Selain itu, terkait masalah banjir sejauh ini juga belum ada upaya yang tepat untuk menanganinya. Mengingat beberapa waktu lalu, beberapa wilayah masih banjir. Bahkan terkesan lamban dalam menanganinya.

Tak hanya itu, bila diamati sejauh ini banyak "aksi balas dendam" Anies--Sandi pada gubernur sebelumnya  dalam memerintah Jakarta ini. Dalam beberapa hal, mereka  banyak mengubah aturan dan kebijakan yang sudah diputuskan sebelumnya. Bahkan dengan menabrak aturan yang sudah berlaku, seperti kasus penutupan Jalan Jatibaru Tanah Abang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun