Agenda politik dalam Reuni Alumni 212 semakin tercium keberadaannya. Meskipun sebelumnya para penggagasnya selalu berdalih bahwa Reuni Alumni 212 ini murni karena kegiatan agama, ternyata itu terbantahkan.
Menariknya, hal tersebut justru keluar dengan sendirinya dari pernyataan mereka sendiri. Misalnya, terlihat dari pernyataan Humas Reuni Alumni 212, Habib Novel Bamukmin.
Ia mengatakan selain menuntut adanya keadilan dalam hukum di Indonesia, acara reuni akbar itu juga akan menyerukan umat Islam untuk bersatu padu dalam memilih pemimpin di Pilkada serentak tahun depan.
Novel mengatakan, pada aksi Bela Islam sebelumnya, masyarakat telah terpanggil untuk membela agama Allah. Hal itu menurutnya cukup berhasil dengan terjungkalnya Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keberhasilan lainnya juga terlihat dengan kemenangan umat Islam dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang lalu.
"Kita punya tujuan agar umat Islam bersatu kembali memilih pemimpin yang tidak lagi hanya Islam, tapi juga pemimpin yang beriman dan bertakwa, pada Pilkada serentak nanti," kata Novel pada Selasa (28/11).
Pernyataan di atas semakin menegaskan bahwa Reuni Alumni 212 diinisiasi bukan secara murni untuk kepentingan agama, melainkan sangat sarat untuk tujuan yang sangat politis. Mereka memanfaatkan sentimen agama untuk memenangkan kontestasi politik di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan yang digadang-gadangkan selama ini bahwa aksi tersebut untuk menjaga kedaulatan dan persatuan di Indonesia.
Namun yang lebih parah dari itu, apa yang disampaikan oleh Habib Novel Bamukmin ini berpotensi memecah belah bangsa dan negara melalui sentimen agama. Masyarakat akan terkotak-kotakkan karena agamanya dalam Pilkada. Tentunya, itu akan menggerus penerapan Bhinneka Tunggal Ika sebagai slogan negara kita.
Padahal, Bapak Pendiri Bangsa (founding fathers) kita dulu telah bersepakat bahwa Indonesia ini merupakan rumah bersama dari bermacam-mecam identitas, baik dari segi agama, suku, etnis, maupun golongan politik. Republik Indonesia ini dimiliki dan untuk semua bangsa Indonesia. Sehingga setiap orang layak menjadi pemimpin di Indonesia, tak peduli latar belakang identitasnya. Â
Selain itu, agenda politik mereka semakin terlihat dari rencana para penggagas aksi Reuni Alumni 212 ini untuk memberikan penghargaan pada 13 orang yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka sesuai peraturan hukum yang berlaku. Mereka akan memberikan penghargaan pada  Habib Rizieq, ustad Alfian Tanjung, Muhammad Al-Khathath, Buni Yani, Bintang Pamungkas, Rizal (Komando Barisan Rakyat/Kobar), Zamran (Kobar), Rahmawati Soekarno Putri, Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, dan Eko Suncoyo.
Tentu ini preseden yang buruk bagi bangsa kita. Karena seseorang yang terindikasi makar, penyebar fitnah, pengadu domba di masyarakat, penyebar ujaran kebencian, dan penyebab instabilitas sosial, Â yang saat ini terjerat pelanggaran hukum mendapatkan sebuah penghargaan. Sebuah nilai moral apa yang sedang diajarkan pada generasi pewaris bangsa ini?
Padahal mereka bukan sebagaimana yang dituduhkan oleh para penggagas Reuni Alumni 212 sebagai korban kriminalisasi, namun nyatanya mereka memang melakukan pelanggaran hukum. Â Hal tersebut yang harus diluruskan agar kita mendapatkan informasi yang seterang-terangnya.