Mohon tunggu...
Ceppy Febrinika Bachtiar
Ceppy Febrinika Bachtiar Mohon Tunggu... profesional -

Sepeda, film, politik, budaya, musik, dan fotografi.. \r\nContact: ceppyfebrinikabachtiar@yahoo.co.id/ceppy.bachtiar@beritasatumedia.com. Twitter: @ceppyfbachtiar\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rasyid Rajasa: Saya Tidak Mengantuk!

18 Februari 2013   16:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:05 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_227943" align="aligncenter" width="284" caption="metrotvnews.com"][/caption]

Kali kedua, sidang kasus kecelakaan terdakwa Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 18 Februari 2013. Rasyid, kata supir mini van Daihatsu Luxio hitam, Frans Joner Sirait (37), sempat mengaku mengantuk usai petaka itu terjadi. Perkaranya masih berlanjut.

Serupa dengan sidang perdana di PN Jakarta Timur, 14 Februari lalu, raut wajah Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa memperlihatkan ekspresi tegang. Walau saat itu hanya agenda pembacaan dakwaan.

Sebelum penetapan sidang perdana, Rasyid ditetapkan sebagai tersangka kasus kecelakaan maut di Tol Jagorawi arah Bogor, Kilometer 3+335, Selasa 1 Januari 2013. Pagi itu, sekitar 05.45 WIB, kendaraan BMW B 272 HR miliknya menghantam mobil mini van Daihatsu Luxio F 1622 CY hitam. Dua penumpang, Harun (60 tahun) dan M Raihan (1,5 tahun) tewas. Penumpang lain, Enung (ibu Raihan), Supriyanti (penumpang lain), dan Ripal Mandala Putra (anak sulung Enung), terluka.

Di tengah situasi tak menentu menjelang putusan sidang, Rasyid selalu ‘ditemani’ orang-orang disekelilingnya. Baik dari keluarga, teman-teman dan ratusan awak media, sertakekasihnya, Prillia Kinanti.

Ibunda Rasyid, Oktiniwati Ulfa Dariah, tiba bersama anaknya tepat pukul 10.00 WIB. Sang ayah, Hatta Rajasa, tak hadir. Pemuda berkemeja abu-abu dan celana panjang hitam ini duduk di sebelah kiri podium majelis hakim pimpinan J. Soemarjono.

Rasyid Ngantuk?

Dimulai dengan keterangan saksi, supir Luxio, Frans Joner Sirait (37), sidang itu sempat diwarnai ketegangan. Frans menjelaskan pernyataan yang membuat Rasyid angkat bicara.

“Ketika kecelakaan, saya langsung mendekati mobil BMW itu. Supirnya bilang: “Minta maaf, saya mengantuk,” kata Frans, dalam keterangan kepada hakim di PN Jakarta Timur, Senin (18/2).

“Saya hanya bilang: “Saya bertanggung jawab,” kata Rasyid, membela diri.

Saat kejadian, mobil yang dikendarai Frans melaju kencang dengan kecepatan 90 kilometerper jam dilajur paling kanan. Dari 10 penumpang, lima orang terlempar keluar. Termasuk dua korban tewas.

Kata Frans, Luxio yang dikendarainya adalah mobil sewaan bertarif Rp10.000 per penumpang. Ia biasa menempuh rute trayek Jakarta ke Bogor, Jawa Barat.

Sontak, fakta itu memancing Riri Purbasari Dewi, kuasa hukum Rasyid, guna menanyakan asal muasal Luxio milik Frans.

Ternyata, bangku penumpang Luxio di modifikasi seperti angkutan kota pada umumnya. Frans mengaku belum memiliki ijin trayek dan modifikasi.

Keterangan saksi lain disusul Eman (37) dan Enung (32), orang tua Raihan, serta Supriyanti, penumpang lain.

Wajib Lapor

Jauh sebelum persidangan di pengadilan negeri, Rasyid sudah memenuhi wajib lapor ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Senin (11/2).

“Wajib lapor penting sampai kasus disidangkan,” kata Andi Herman, Kepala Kejari Jakarta Timur, pekan lalu.

Saat dihubungi, Jumat (15/2), Riri menyatakan, menyiapkan perkara ini sebaik-baiknya. Termasuk kesiapan kesehatan dan mental Rasyid.

Seperti diketahui sebelumnya, Rasyid mengalami trauma usai kecelakaan itu. Ia sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan dan Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur.

Alasan pemulihan pasca kecelakaan dan jaminan dari keluarga jadi alasan Rasyid tak ditahan, sampai sekarang.Bahkan, Riri menegaskan, Rasyid adalah juga korban kecelakaan.

Dia trauma dan menderita tekanan psikis,” ucapnya.

Hal serupa dikatakan Endah Ronowulan, tim dokter RSPP yang menangani Rasyid, dalam keterangan media, tiga pekan silam. Ia mengatakan, Rasyid mengalami gangguan makan, sulit tidur, gelisah, gemetar, berkeringat di bagian tubuh tertentu. Dengan kata lain, Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Riri pun ngotot, kliennya tak perlu ditahan. Menurutnya, selama tengah pengobatan dan tidak menghilangkan barang bukti serta janji untuk tak mengulangi perbuatan, Rasyid tak perlu di tahan.

“Kalau ditahan, pengobatan terganggu dan tidak lancar mengikuti persidangan,” ujarnya.

Di lain hal, banyak masyarakat yang mengaitkan kasus Rasyid dengan insiden Xenia maut Afriyani Susanti, tahun silam. Sejumlah orang menganggap, ada keistimewaan bagi anak menteri itu, karena tak segera di tahan usai insiden terjadi. Walau sama-sama ada korban tewas.

Dalam sidang perdana, Kamis, (14/2), Rasyid didakwa melanggar Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena lalai mengakibatkan korban luka dan meninggal dunia. Ia diancam hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 12 juta.

Rasa Keadilan

Persidangan ketiga dilanjutkan Kamis 21 Februari 2013, dengan lanjutan keterangan dari saksi lain.

Dihubungi terpisah, Sabtu (16/2), pakar hukum pidana Ganjar Laksmana Bondan, menyatakan, kasus Rasyid mempunyai dua urgensi. Pertama, proses penanganan, mulai dari pemeriksaan, wajib lapor, hingga menuju pengadilan, terbilang cepat. Langkah tersebut, kata Ganjar, adalah apresiasi kepada aparat hukum yang gesit menangani perkara Rasyid.

Namun, lanjutnya, di lain hal, kasus sejenis yang dialami terdakwa lain tak sama penanganannya dengan Rasyid.

“Untuk terdakwa lain, aparat agak cukup lamban, tak segesit seperti Rasyid,” ujar.

Serupa dengan Riri, Ganjar merasa Rasyid tak perlu ditahan. Kalau mau menahan, lanjutnya, penyidik harus melihat alasan, apakah ia ingin melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menyembunyikanbarang bukti.”Bila semua syarat itu terpenuhi,enggak perlu ditahan,” katanya.

Walau begitu, Rasyid, kata Ganjar, sudah bersalah karena lalai dan mengakibatkan korban tewas.

“Apapun ketentuan pengadilan, Rasyid harus diputus bersalah, sekalipun anak tokoh,” ungkapnya. Kalau ternyata Rasyid di vonis bebas, kata Ganjar, selain perbedaan perlakuan, masalah ini akan melukai rasa keadilan masyarakat.

Dibalik keganjilan kasus Rasyid, sebelumnya muncul petisi yang beredar di dunia maya. Bertajuk " Tahan, Periksa Dan Adili Rasyid Rajasa Sesuai Rasa Keadilan Masyarakat", petisi itu menjadi gerakan massif menggugat sikap aparat hukum memperlakukan penangangan kasus hukum Rasyid. Hingga Senin (18/2), situs yang beralamat di www.change.org sudah tercantum 1.849 yang bergabung menandatangani petisi. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun