Mohon tunggu...
Anang Herdiana
Anang Herdiana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dilema Warga Miskin di Kota Besar

12 November 2015   14:27 Diperbarui: 12 November 2015   19:35 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Relawan

Bergetarrrr hati ini, tak tahan hati ini ingin menangis ketika saya dan tim MSR ACT menginjakan kaki di sebuah kontrakan di lingkungan Pondok Cina RT. 01/09, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat.

Ahmad Syahrul semoga masa depannya seindah namanya. Syahrul lahir di Depok 19 tahun silam, di usianya yang masih sangat muda itu Syahrul diketahui menderita penyakit tumor ganas sejak tahun 2009.

“Awalnya cuma benjolan kecil saja bang sebesar biji kacang di kepala bagian belakang, tapi lama lama makin membesar,” ungkap syahrul kepada tim MSR ACT

“Dulu sempet berobat bahkan benjolannya sempat disedot, karena gak ada uang jadi saya gak bisa nebus obat dari resep dokter. Setelah itu tumornya keluar dan mekar kayak daging jadi dan mengeluarkan cairan bau busuk,” lanjut Syahrul.

Ini Kota Depok bro, kota dengan segudang prestasi dan hanya beberapa kilometer saja dari Ibu Kota Negara, masih ada kasus seperti ini? Masih ada warga yang kesusahan mendapatkan pelayanan kesehatan? Yaaa.. ada, bahkan diluar yang kita bayangkan. Ini fenomena gunung es, bisa jadi banyak Syahrul-Syahrul lain yang tidak diketahui banyak orang.

Pria kelahiran Depok 19 tahun lalu ini bercerita, sebelumnya bekerja di salah satu lembaga pendidikan di Universitas Indonesia sebagai Office Boy.

“Walaupun saya hanya sekolah sampai kelas 3 SD saja, alhamdulillah saya sempat kerja jadi OB (Office Boy) di UI, saya di percaya pegang kunci ruangan direktur, disana saya punya gaji 700rb per-bulan. Belum lagi kalau ada yang nyuruh biasanya ada yang ngasih, saya bisa dapat 50.000 sampai 100.000 per hari. Tapi sejak 6 bulan lalu saya berhenti kerja disana, karena saya malu dengan kondisi saya karena tumor di kepala saya semakin membesar. Sekarang saya kerjanya cuman bantu jaga palang pintu rel Kereta Api, penghasilannya gak tentu kadang 20.000 kadang 30.000 per hari,” Tutur Syahrul panjang lebar

Syahrul menambahkan kalau bapaknya ingin melihat anaknya menikah sebelum bapaknya meninggal.

“Sekarang saya sudah nikah, sudah empat bulan. Walaupun kondisi saya seperti ini saya bersyukur ada wanita yang mau menikah dengan saya, dan alhamdulillah sekarang istri saya sedang hamil,” ujar Syahrul di kamar kontrakannya yang berukuran 2,5m x 2,5m

Kasus Syahrul sudah sempat diliput media, bahkan sudah ditayangkan di TV nasional, tapi sampai sekarang belum ada tindakan nyata dari pemerintah setempat.

Akankah kita terdiam ketika melihat kondisi seperti ini? Ketika kita hidup serba berkecukupan, makan enak, tempat tinggal nyaman sedangkan di sisi kita masih ada orang-orang yang berjuang antara hidup dan mati dalam kekurangan.

Semoga Allah selalu memberikan keberkahan kepada kita semua dan memberikan kesembuhan kepada Syahrul, dan Syahrul-Syahrul lainnya, dan semoga menjadi Hamba yang Husnul Khatimah menjadi pejuang Allah.

Anang Herdiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun