Jakarta, 26 Desember 2022 -- Sekitar pukul 07.00 WIB, kami bertiga meluncur dari kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) menuju Geopark Ciletuh, Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Senin (19/12/2022). Langit cerah sepanjang jalan seakan semesta mendukung safari wisata pertama kami ke salah satu destinasi di Jawa Barat yang menjadi jaringan geopark dunia atau Global Geopark pada tahun 2018.
Perjalanan delapan jam memacu adrenalin tersendiri. Kondisi jalan berkelok menyusuri bukit dengan medan jalan naik turun yang ekstrem. Namun upaya itu terbayar lunas dengan pesona Geopark Ciletuh. Â Â Â
Mengutip laman Universitas Padjajaran, kawasan Geopark Ciletuh terhampar dengan luas area 126.100 ha mulai wilayah Cisolok dan Palabuhanratu. Wilayah ini mencakup 74 Desa di delapan Kecamatan. Sebelum penetapan dari UNESCO, atau sekitar tahun 2015 Kawasan Geopark Ciletuh hanya seluas 45.820 ha mencakup 15 desa dan dua kecamatan.
Geopark Ciletuh, Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat cermin dari keindahan semesta alam tingkat dewa. Daya pikat Geopark Ciletuh begitu kuat. Menawan tiada lawan, setidaknya menurut saya. Persis tanggal 21 Desember 2022, di hari yang tersiar kabar bakal terjadi Tsunami kami meluncur membelah Ciletuh menuju Pulau Kunti dengan kapal nelayan sewaan.
Mirip keluarga sultan, naik kapal carteran menyusuri laut hanya bertiga plus nakhoda, pemandu dan seorang mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan atau PKP Karawang yang merupakan anak dari pemandu Wisata Ciletuh. Perjalanan dari daratan menuju pulau sekitar 20 menit.
Perpaduan bentangan laut dengan sebaran bebatuan yang diapit air terjun di setiap tebing begitu sempurna menyambut kami bertiga. Desain Tuhan yang Maha Sempurna itu membuat rasa kagum tiada henti.Â
Laut di bagian pinggir terdapat kawasan hutan Suaka Margasatwa Cikepuh atau Cagar Alam Cibanteng. Pasir putih yang indah menjadi penghubung antara laut dan hutan. Di hutan itu, menjadi tempat istirahat elang pantai. Kami termasuk beruntung siang itu lantaran menyaksikan seekor elang terbang seperti hendak mengincar ikan.
Beruntung kedua, yang tak terbayar adalah bisa merasakan snorkeling di tengah laut dengan deburan ombak sedikit menggoda. Dengan menggunakan alat snorkeling, saya berdua dengan anak menyebur menyaksikan keindahan karang Pulau Kunti. Ini sensasi pertama saya snorkeling di tengah laut dengan ombak kecil yang menggoda. Walaupun, Kang Salman mengatakan pemilihan waktu yang kurang tepat sehingga air laut sudah keruh.Â
"Kalau dari pagi airnya masih bening, jadi melihat karang seperti di akuarium," ujar Salman.
Bagi kami, snorkeling kali ini tetap saja keberuntungan lantaran pengalaman pertama dan melihat ketenangan, Keisha anak usia 10 tahun yang menikmati luar biasa terapung-apung di tengah laut. Tentu saja, menggunakan jaket pelampung sebagai persyaratan keamanan pelayaran.
Selain snorkeling, aura terpancar dari sebaran bebatuan di Geopark Ciletuh begitu eksotik. Sebaran bebatuan di Geopark Ciletuh ini beraneka ragam bentuk dan jenis. Macam-macam, ada yang mirip kulit buaya, ada juga seperti kain handuk hingga menyerupai serat kayu. Itu semua ada riwayat secara ilmiah, terutama bagi para geologi. Ada fosil dan jejak fosil.
"Kalau yang ini jejak fosil," ujar Salman menunjuk batu yang begitu diraba sedikit kasar mirip tubuh ikan yang berusia puluhan juta tahun.
Aneka ragam bebatuan itu baru bisa ditemukan jika pengunjung menyeberang dengan sewa kapal yang telah tersedia. Banyak pilihan kapal dengan harga sewa yang relatif sama, yakni Rp 150.000 hingga Rp 200.000 untuk pulang pergi. Hanya saja, kami bertiga memilih dikawal Ranger Salman yang memiliki pengetahuan luar biasa tentang Pulau Kunti dan Perniknya.
Pengetahuan Salman lengkap dari dua dimensi, yakni tinjauan akademis yakni mengupas dari sudut pandang geologis, atau supra natural alias klenik. Salman paham betul kalau di sekitar Pulau Kunti ini terdapat makam keramat yang disebut ada hubungan dengan Syekh Abdul Muhyi, Waliyullah yang dimakamkan di Pamijahan, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sepanjang perjalanan dari Tempat Penampungan Ikan (TPI) Ciwaru, Salman menjelaskan titik penting berikut sejarahnya. Mulai dari pulau yang dulu menjadi tempat bertelur burung dari Australia hingga akhirnya tak lagi mampir. Alasannya, telur-telur itu menjadi buruan para nelayan.
Ia juga menjelaskan asal muasal bagan, yang merupakan tradisi nelayan bugis dalam menangkap ikan. Bagan ini didirikan dari bilik bambu dengan tiang menancap ke tong plastik sebagai pondasi. Pada bagian tengah dibentangkan jaring berikut lampu penerang yang menyala setiap malam. Pada waktu tertentu, nelayan memeriksa jaring itu untuk menangkap ikan yang terjebak di dalam bagan tersebut.
Banyak informasi menarik namun keterbatasan memori saya dalam menyerap pesan tak terlalu bagus. Apalagi dengan bahasa teknis yang disampaikan, seperti subduksi dan teman-temannya membuat sulit menempel dalam memori. Kalaupun berhasil mengingat hanya beberapa jam saja lalu lepas begitu saja.
Yang masih menempel sampai rumah hanya penjelasan arti Ciletuh dalam bahasa sunda adalah air keruh. Ini sesuai dengan kondisi laut. "Kalau airnya bersih namannya berubah jadi Geopark Cibening," ujarnya.
Butuh dua hari lebih untuk bisa menikmati keindahan Geopark Ciletuh, Pelabuhanratu, Sukabumi. Selain Pulau Kunti, Geopark Ciletuh banyak diapit curug yang menawan. Kombinasi batu dan curug ini ampuh memanjakan mata. Sebut saja, Curug Cimarinjung, Curug Sodong, Curug Awang dan curug lainnya. Namun, curug ini letaknnya menyebar sehingga butuh waktu lebih untuk bisa menikmatinya. Belum lagi dengan Panenjoan, yang memberikan sensasi berbeda bagi pengunjung.Â
Kalau tidak percaya, silakan datang dan nikmati sensasinya. Â
Kok Isu Tsunami Setiap Tahun?
Situasi paradoks menampar perjalanan kami menyusuri jalan berbukit dengan pemandangan hamparan laut bertabur batu-batuan yang tak berujung itu. Kawasan Geopark Ciletuh, Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat itu terkesan layu kehilangan pesona.
Kawasan wisata pantai yang membentang di delapan kecamatan itu terpukul, dingin dan sepi pengunjung. Pamandangan pantai begitu adem, hanya satu dua tamu yang terlihat main di laut, itupun bukan wisatan asing. Isu tsunami menghantam kawasan pantai di pengujung tahun, seperti yang kami sebutkan di awal.
"Kenapa isu tsunami di laut itu munculnya selalu akhir tahun di saat masyarakat liburan. Apa ada persaingan? tanya Salman, Ranger atau pemandu Geopark Ciletuh, Pelabuhanratu, Sukabumi.
Perjalanan kami dari BSD melintas Jalan Cikidang, Pelabuhanratu, Loji, Palangpang yang menembus Ujung Genteng, Surade. Ini rute baru yang disebut Jalan Nasional II menuju Ciletuh. Akses jalan ini jika dari arah Bogor masuk setelah Pasar Cibadak. Tentu saja, lebih cepat jika keluar dari pintu paling ujung Tol Bocimi (Bogor Cianjur Sukabumi).
Begitu melintas Jalan Cicurug arah Cibadak, laju kendaraan sedikit melambat lantaran terhambat proses pengerjaan Jembatan Pamuruyan Lama. Sekitar 15 sampai 25 menit kendaraan merayap hingga bisa masuk Jalan Cikidang.
Memang butuh fisik prima untuk menempuh perjalanan BSD-Ciletuh, pelabuhanratu yang memakan waktu tujuh sampai delapan jam. Durasi itu setidaknya yang kami alami sebagai rockee ke kawasan Wisata Ciletuh. Itupun terpangkas dua kali istirahat dan melintas sambil menikmati keindahan pemandangan Ciletuh.
Istirahat pertama di Cicurug untuk menyantap bubur ayam, dan keduakalinya sandar di Puncak Geram, sebelum Puncak Darma yang menjadi ikon dari Geopark Ciletuh. Sekitar pukul 15.30 WIB, kami sudah tiba di area Geopark Ciletuh. Suara deburan ombak dan pemandangan air terjun menyambut kedatangan kami. Hanya, perjalanan wisata pantai kami tunda esok harinya.
Sore itu, kami memantau kondisi tempat penginapan dari villa, Reddorz, Oyo hingga homestay milik masyarakat sekitar berdiri di sekitar pantai. Beragam pilihan, hanya saja situasi menyedihkan karena sepi tamu.
Kantong parkir di sebagian besar vila, homestay atau reddorz terlihat begitu luas karena tak ada mobil. Hanya satu dua saja yang terlihat di beberapa hotel, namun sebagian besar kosong. Pemandangan sama pun tampak di beberapa warung makan, yang tak tampak kesibukan. Pekerja warung makan kebanyakan duduk di kursi sambil bermain gadget. Â Â
Pengelola Oyo Ratu Pelabuhan mengaku ada beberapa tamu yang mendadak membatalkan pesanan lantaran isu tsunami. Begitu juga security vila yang mengeluhkan tamu cancel karena isu tersebar di pesan jejaring hingga media sosial soal Tsunami pada tanggal 21 Desember 2022. Meskipun belakangan BMKG, dan Kominfo menyebutkan isu ini hoaks alias tak benar. Namun, masyarakat terlanjur menelan mentah-mentah info tak berdasar tersebut.
"Warga di sini tenang-tenang saja," ujar Riswan, pemilik perahu di Pantai Palangpang, Ciletuh.
Beruntung Tak Buka Medsos
Kami bertiga (saya, istri dan anak) terbilang hari itu memang gelap dengan info yang menyeruak di media sosial. Sama sekali tak menyentuh media sosial sehingga info viral soal isu Tsunami tanggal 21 Desember bisa lolos. Setelah sampai Ciletuh dan mendengar beragam keluhan dari pengelola wisata Ciletuh tentang isu Tsunami, baru saya cek media sosial.
Itupun setelah booking Vila Padi 2 Ciletuh yang berjarak sepelemparan batu dengan Curug Cimarinjung. Begitu barang bawaan dan perbekalan sudah turun dari mobil serta perabotan lenong masuk vila, baru berselancar di dunia maya. Berita itu sudah banjir di media online. "Astaghfirullah, kalau tahu ini mungkin enggak berani berangkat," gumam saya dalam hati.
Mungkin ini yang kami anggap sebagai keberuntungan tak mengakses medsos, setidaknya untuk hari itu. Paling tidak, tidak mengganggu kebahagian perjalanan menuju Geopark Ciletuh. Meski belakangan baru sadar, kenapa kok suasana perjalanan sepi pengunjung.
Esok harinya, tepat tanggal 21 Desember 2022 berita bantahan isu tsunami sudah beredar. Intinya, informasi yang telanjur tersiar itu bohong. Namun apa boleh dikata, nasi sudah menjadi bubur. Para tamu kadung urungkan niat untuk berwisata ke pantai akibat info tak bertanggung jawab itu. Siapa yang bisa disalahkan?
Salman, Ranger Geopark Ciletuh bicara panjang lebar soal Riwayat isu Tsunami yang selalu menyerang kawasan Pantai di pengujung tahun. Pemandu wisata Ciletuh yang menjadi langganan penelitian Mahasiswa Geologi Universitas Padjajaran menerangkan detail sambil menyebut tahun isu ini seperti sengaja dihembuskan untuk mengalihkan wisatawan agar menghindari laut.Â
"Apa ini politis ya? Tanya Salman sambil menengadah ke langit.
Semoga sensasi pergantian tahun di kawasan Geopark Ciletuh lebih semarak dan ramai pengunjung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H