Mohon tunggu...
Cendani MadyaNhingswari
Cendani MadyaNhingswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang tertarik dan peduli dengan tradisi dan budaya Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Banten dan Eksistensinya pada Era Modern

16 Juli 2024   08:21 Diperbarui: 16 Juli 2024   08:22 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan hasil-hasil alam dalam Banten pun menciptakan hubungan berkesinambungan antara umat Hindu di Bali dalam melestarikan lingkungannya guna kebutuhan sarana Banten, selain itu karena merupakan hasil alam atau bahan organik maka Banten tersebut cenderung tidak merusak lingkungan.

Lalu bagaimana eksistensi Banten pada era modern seperti sekarang ini? Banten-banten di Bali masih sering kita jumpai, namun sepertinya tidak semua orang mampu memaknai. Dewasa ini keberadaan Banten seolah mengalami penurunan makna, seperti banyaknya peristiwa perusakan Banten bahkan Pura oleh wisatawan asing. Keindahan panorama Bali dan kekayaan budayanya menjadikan Bali sebagai destinasi terfavorit di Indonesia bahkan dunia. Hal ini tentu menjadi kebanggaan dan memberikan keuntungan bagi masyarakat Bali khususnya, namun dampak negatif pun turut dirasakan. Membludaknya kunjungan wisatawan di Bali dapat mengakibatkan berbagai kerugian jika tidak dibarengi dengan pengelolaan wisata yang baik dan bertanggung jawab. Edukasi tentang norma-norma kehidupan berbudaya di Bali dan ketegasan kepada wisatawan sangat diperlukan agar tidak terjadi kerusakan pada alam dan budaya yang ada di Bali itu sendiri seperti tragedi perusakan Pura oleh wisatawan asing yang sempat terjadi di Bali. Hal ini tentu terjadi karena "kelonggaran" yang kita berikan sendiri kepada para wisatawan, sehingga mereka tidak dapat menghargai Bali dan segala isinya tersebut. Oleh karena itu, kesadaran untuk tidak terlarut dalam "keduniawian" yang dihasilkan oleh pariwisata dan tetap menjunjung nilai-nilai budaya sangat penting untuk ditanamkan dan diimplementasikan. Tidak hanya menjaganya dari luar, namun juga dari dalam. Sebagai umat Hindu di Bali utamanya, tentu harus memahami dan menjaga makna Banten dalam warisan budaya kita terlebih dahulu sebelum menuntut "orang lain" untuk melakukannya.

Sayangnya, di zaman yang semakin berkembang ini, makna Banten seolah-olah semakin terlupakan seiring generasi baru bermunculan. Generasi muda saat ini cenderung dihadapkan pada "praktis"-nya kehidupan. Hal ini terjadi karena semakin canggih dan berkembangnya teknologi di berbagai bidang, mulai dari bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, transportasi, dan lain sebagainya. Kepraktisan ini pun turut terjadi dalam kehidupan beragama dan berbudaya, di mana kini sangat mudah kita temui penjual-penjual berbagai jenis Banten sehingga sebagian orang cenderung membelinya saja tanpa mengetahui bagaimana proses pembuatan dan maknanya. Tragedi yang sempat viral terjadi berkaitan dengan hal ini adalah munculnya video seorang siswa yang memberikan "Daksina" sebagai hadiah kelulusan. Daksina merupakan salah satu persembahan yang ada dalam rangkaian Banten, di mana unsur-unsur yang ada pada Daksina adalah isi dari alam semesta. Dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina merupakan lambang dari Hyang Guru, Hyang Tunggal, dan Hyang Wisnu. Selain itu Daksina juga merupakan "tapakan palinggih" atau "sthana" yakni tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Daksina juga merupakan "Yajnapatni" yang artinya "sakti" atau istri dari yadnya. Begitulah betapa sakral dan dalamnya makna Daksina, sehingga tragedi penggunaan Daksina sebagai hadiah kelulusan menjadi "pelecehan" bagi sarana upacara keagamaan sebagai bagian dari kebudayaan. Mirisnya tragedi dalam video ini dibuat oleh seorang siswa yang notabenenya adalah generasi muda dengan nuansa canda tawa. Hal ini menjadi salah satu bukti semakin terkikisnya tradisi dan budaya khususnya yang bercorak agama Hindu di Bali. Dalam hal ini berbagai pihak turut mengambil andil, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, hingga pemerintah. Keluarga sebagai lingkungan pertama seorang anak sudah sepatutnya memberikan pengajaran yang tepat terkait etika dan moral khususnya sebagai insan beragama dan berbudaya, penting untuk mengajarkan kepada anak tentang Banten itu sendiri sebab dengan mengetahui secara langsung bagaimana proses pembuatannya makai ia akan mampu memaknainya dengan baik dan benar. Selain itu, hal ini juga perlu didukung pihak-pihak lain seperti guru, masyarakat, hingga pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang berbudaya adiluhung.

Perkembangan zaman juga turut memberikan corak baru pada Banten yang mulai berisi produk-produk non-alamiah seperti makanan instan dalam kemasan anorganik yang dapat merusak lingkungan. Hal ini juga perlu kita perhatikan, agar Banten yang awalnya melambangkan alam semesta secara "murni" tidak berubah ke arah modernisasi duniawi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan edukasi tentang Banten melalui "Pasraman Kilat", yakni Pasraman yang dilakukan dengan pertemuan singkat namun memberikan pengetahuan yang dalam tentang Banten. Metode ini tentu akan sangat efektif karena sesuai dengan zaman di mana perputaran kehidupan serba cepat, serta dapat diikuti setiap kalangan tanpa merenggut banyak waktu mereka. Dengan upaya tersebut, niscaya eksistensi Banten akan tetap ajeg dan lestari. Begitupun alam dan kehidupan berbudaya di Bali yang selama ini menjadi sumber daya tarik utama pariwisata yang terkenal di seluruh dunia. Selain itu, dengan hal ini juga implementasi ajaran-ajaran Hindu seperti filosofi Tri Hita Karana untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan akan tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun