Mohon tunggu...
Winni Soewarno
Winni Soewarno Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa yang sedang belajar menulis

Perempuan yang sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi kepala. Kontak : cempakapt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Membopong Si Kulit Singkong

13 Mei 2022   06:54 Diperbarui: 13 Mei 2022   07:04 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kulit singkong yang sudah dirajang | Sumber: Dok pribadi

Kulit putih keras itu direbus lebih dahulu sebelum diolah. Bentuknya lembaran-lembaran kecil yang agak lunak. Lembaran kulit singkong ini kemudian diiris halus sehingga bentuknya menyerupai mie. Setelah itu, bahan ini bisa dicampurkan kedalam sayur lodeh atau tumisan. 

Ini menambah stok makanan dilemari es ibu karena bisa bertahan lama bila dimasukkan kedalam plastik yang rapat atau wadah kedap udara. Jadi, singkong dan kulitnya bisa dimanfaatkan dengan baik.

Lembaran kulit singkong yang sudah direbus | Sumber: Dok pribadi
Lembaran kulit singkong yang sudah direbus | Sumber: Dok pribadi

Kulit singkong yang sudah dirajang | Sumber: Dok pribadi
Kulit singkong yang sudah dirajang | Sumber: Dok pribadi

Menu tumisan kulit singkong ditambah kecambah atau taoge besar itulah yang kami sajikan didepan juri. Tumisan ini kemudian ditambah dengan potongan tahu kuning dan udang kering yang dipotong kecil-kecil. Menu itu kami sajikan dengan nasi putih yang masih panas.

Kami pulang membawa kemenangan hari itu. Juri  memberikan nilai lebih bagi kreatifitas kami. Tepatnya kreatifitas ibuku. Yang pasti, kami menang bukan karena sajian yang kami buat itu enak sekali.  

Aku baru mengerti setelah ibu menceritakan bahwa kemampuan dan kepandaiannya memasaknya itu timbul akibat dari ‘dipaksa’ oleh keadaan.  Dulu, eyangku memasak kulit singkong ini karena keadaan yang sulit saat perang. Bahan makanan sulit didapat. Sehingga harus pandai memanfaatkan bahan yang ada. The power of kepepet, kata anak sekarang. Meskipun sudah tidak berperang seperti eyangku dulu, sesekali ibu membuat lauk dengan bahan ini. 

Selain enak, waktu itu penghasilan ayahku tidak memungkinkan bisa menikmati makanan yang mewah-mewah. Ibuku harus sangat berhemat dari uang yang diberikan ayah. Ada pengeluaran yang besar untuk membiayai sekolah empat orang anaknya. Hebatnya, kami selalu cukup makan enak dan bergizi setiap hari.

Sayangnya aku tak mewarisi kepandaian memasak dan kreatifitas ibuku. Bila ada sedikit saja, mungkin aku berani melawan masterchef kecil itu memasak. Sah saja bukan bermimpi setinggi bulan?.

Selamat memasak.

Salam

Winni Soewarno

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun