Mohon tunggu...
Winni Soewarno
Winni Soewarno Mohon Tunggu... Lainnya - Orang biasa yang sedang belajar menulis

Perempuan yang sedang belajar menulis dan mengungkapkan isi kepala. Kontak : cempakapt@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

When I'm Fall in Love With...

11 Mei 2022   15:04 Diperbarui: 11 Mei 2022   15:21 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sendokku berhenti sebelum masuk ke mulut. “Jengkol?” tanyaku seolah mengeja kata itu.  J-e-n-g-k-o-l...? Hah… mana mungkin, tolak hatiku. "Betul, Nin?" sergahku tak percaya. Nin menggangguk sambil tersenyum lebar sementara Andin kembali terbahak-bahak. Kuhentikan makanku mencerna informasi itu.

Hayu urang cobian deui”- ayo coba lagi. Nin menyendokkan jengkol balado itu ke piringku. Galau hatiku.  Makin kuhindari, si jengkol malah seakan melambai memanggil-manggil untuk dimakan. Tak tega melihat wajah Nin yang seakan menyesal, aku mulai melanjutkan makanku.

 Sepotong demi sepotong menemani nasi putihku. Uh, rasanya makin legit di lidahku. Tak yakin kalau makanan yang kusingkir-singkirkan setiap bertemu, ternyata seenak ini. Kenapa tanganku tak bisa berhenti menyendoknya menemani nasi putihku? Halah, pekikku ngeri menghadapi berat badanku nanti.

“Bagaimana? Enak kan?. Makanya jangan bilang tak suka jengkol, tak mau petai. Kena batunya kamu. Coba dulu, baru bilang tak suka.” Andin makin menggodaku. 

Dia tahu persis aku tak mau makan jengkol atau petai sejak dulu. Alasannya bau. Tapi hati macan yang aku makan di Padang dan kancing lepis yang dibuat Nin disini sama sekali tak berbau. “Kalau bisa mengolahnya tak bau.” Sambung Nin.

Kalau mengingat pengalaman perkenalan pertamaku di Padang waktu itu, wajahku jadi memerah. Pantas saja waktu itu, pak bos dan teman-temanku bersemangat menyodorkan si hati macan. Tak sadar, kalau saat itu lidahku sedang dilibatkapada  kisah yang sedap. 

Hatiku dikenalkan pada hati macan yang enak. Belum membekas, tapi mulai merasakan. Kali berikut, pertemuanku dengan jengkol terjadi di rumah Andin.  Di Bandung itulah, hati dan lidahku kepincut sudah pada si kancing lepisnya Nin.

Meski belum sanggup menyantap jengkol muda mentah seperti Andin. Tak lagi pernah kutolak menu jengkol dengan segala variasinya. Mungkin masih ada yang ‘menyingkirkan’ jengkol dari daftar menu makan. Bisa jadi alasannya bisa sama dengan alasanku dulu. Bau. 

Tapi, jika suatu saat mendapatkan orang yang pandai memasaknya, tak mungkin rasanya tak suka lagi. Makanan raja kata Andin. Pasti enak.

Kalau seenak dan sesedap itu, kenapa mesti dijauhi, pikirku senang. Hatiku bersenandung mengikuti suara merdu opa Nat King Cole ‘when I’m fall in love….”. Ya. I’m fall in love with jengkol. Aku jatuh cinta pada jengkol.

Salam

Winni Soewarno

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun