Mohon tunggu...
Tri Adi Siswanto
Tri Adi Siswanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pembaca yang bijak, 'silahkan mininggalkan jejak'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

'Kita' yang Tak Lagi Memiliki 'Aku dan Dirimu'

12 Oktober 2014   10:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:23 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sore itu aku melihatmu, untuk yang pertama kalinya. Jika kau mengingatnya, aku ada di situ, di halaman belakang rumahmu. Kirana.

Tak ada satupun perasaan sepesial waktu itu !!!

Tapi, kita tak akan pernah tahu kapan cinta akan datang. Seperti ketidak tahuanku jika pertemuan kita sore itu kelak akan membuatku begitu jatuh cinta padamu.

Kenapa?

Kenapa harus aku yang dipertemukan denganmu, bukankah sebenarnya bukan aku yang kau tunggu. Kenapa bukan orang yang kau ceritakan padaku saja yang mengisi hari-harimu, orang pertama yang membuatku tahu bahwa cemburu bisa membuat makanan paling lezat pun terasa hambar.

Kenapa harus aku?

Sampai sekarang aku tak tahu jawabannya !!!

Mungkin aku harus menanyakanya langsung padamu, walaupun aku tak yakin kau akan bisa menjawabnya.

Sudahlah, sepertinya itu bukan lagi menjadi pertanyaan penting yang harus mendapatkan jawaban.

Kita telah bersama, dan kau terlihat bahagia. Setidaknya aku pikir kau bahagia. Kirana.

Dan aku bahagia.

Ketika kau melingkarkan lenganmu saat malam membuat tubuh kita semakin gigil. Saat roda sepeda motor yang kita kendari berdua, mengantar kita menghabiskan malam di atas punggung jalan.

Sebenarnya aku menyesal, hanya bisa memberimu kencan dengan pertemuan-pertemuan yang sangat biasa. Sedangkan esok aku harus meninggalkanmu lagi untuk beberapa lama.

Lalu kita berpisah lagi, seperti biasa. Kereta api menelan tubuhku, dan stasiun tua itu mengecilkan rupamu. Kita kembali menjadi sepasang kekasih yang saling menjaga dari dua tempat berbeda.

Itu salahku, sungguh: pikiran-pikiran buruk membuat cinta tak seperti yang kau kira.
Untung saja di dalam lubuk hati kita yang paling dalam kita telah berjanji, demi apapun kita akan tetap saling mempercayai.

Begitulah kita memeprtahankan cinta.

Samapi akhirnya . . .

Perbedaan.

Membuat kita sadar, ada yang kita tentang bersama. Namun kita terlambat, dan terlanjur luka di bawah reruntuhannya.

Setelah itu, ‘Kita’ terhapus untukku dan untukmu. Dengan cara yang sama sekali tak pernah aku bayangkan. Barangkali juga tak pernah aku inginkan.

Semua terlanjur terjadi,

Dulu aku percaya, matahari akan berhenti bersinar ketika kau tak lagi miliku. Namun tidak, matahari tetap ada, hanya saja aku tak bisa merasakan kehangatannya.

Semua telah terjadi,

Cerita yang dulu hanya aku dan dirimu saja yang tahu kini menjadi sebuah dongeng yang mungkin akan kita ceritakan ke siapa saja yang ingin mendengarnya.

Mungkin memang harus berakhir seperti ini, ketika kau mengumpulkan banyak orang untuk membenciku, aku akan mengumpulkan banyak orang untuk ikut mencintaimu.

Akhirnya . . .

Tak ada kata yang benar-benar bisa aku rangkai untuk menjelaskan,

Sebuah perpisahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun