Ratu Boko merupakan nama dari sebuah peninggalan bersejarah yang bercorak Hiduisme dan Buddhisme. Candi ratu boko dibangun sekitar abad VIII-IV M yang kala itu digunakan sebagai peringatan pendirian Abhayagiriwihara oleh rakai Panangkaran. Dalam prasasti tertua yang ditemukan pada kompleks situs ratu boko, tercantum angka 714 Saka (sekitar 792 M). Pada tahun 856 M kompleks ratu boko ini difungsikan menjadi kediaman seorang penguasa yang bernama Rakai Wailang Pu Khumbayoni (Sri Kumbaja).
Lokasi situs ini terletak didua dusun yaitu Dusun Dawung dan Dusun Sambirejo, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Kompleks ratu boko ini memiliki keeksotikan tersendiri. Di area kompleks candi tersebut kita dapat menikmati pemandangan di lingkungan sekitarnya dikarenakan keberadaannya di atas perbukitan dengan ketinggian 195,97 m (dpal).
Untuk mengunjungi peniggalan-peninggalan bersejarah ini dapat ditempuh dari arah pasar prambanan menuju arah selatan menuju sebuah bukit dilanjutkan dengan jalan kaki dan membelok ke barat. Kemudian naik ke atas bukit maka akan terlihat segugusan gapura yang megah menengadah halaman luas. Gugusan batu-batu andesit tertata dan terstruktur dengan sangat luar biasa tanpa balutan semen dan perekat lainya serta kealamian struktur candi menambah eksotisme dan daya tarik tersendiri.
Situs Ratu Boko adalah satu-satunya pemukiman masa klasik terbesar yang ditemukan di Jawa, khusunya Jawa Tengah. Keistimewaan lain yang dimiliki situs Ratu Boko ini yaitu sebagai situs yang spesifik dan banyak menyimpan misteri serta berbagai fenomena yang sangat menarik untuk ditelusuri dan diungkap. Salah satunya ditemukan beberapa prasasti yang memiliki banyak perbedaan, di antaranya terdapat 5 fragmen prasasti berhuruf Prenagri dan berbahasa Sansekerta, 3 prasasti berhuruf jawa kuno, 1 tulisan singkat pada lempengan emas, 1 prasasti berbahasa Dwilingual (Sansekerta-Jawa kuno).
Menurut referensi yang diterbitkan oleh BP3 Yogyakarta bangunan-bangunan di situs Ratu Boko dikelompokkkan menjadi 5, yaitu:
1. Kelompok Gapura Utama, terletak dibagian barat yang terdiri dari gugusan gapura utaman I dan II , talud, pagar, dan candi pembakaran.
2. Kelompok Paseban, terdiri dari buah batur paseban, talud, pagar paseban, dan umpak batu.
3. Kelompok Kaputren, berada di halaman yang lebih rendah, terdiri dua buah batur, kolam segi empat, pagar dan gapura.
4. Kelompok Pendapa, terdiri dari batur pendapadan pringgitan yang dikelilingi pagar batu dengan gapura pintu masuk.
5. Kelompok Gua, terdiri dari Gua Lanang, Gua Wadon, bak tampungan air, dan tangga batu cadas alam.
Pada bagian Timur Laut terdapat bangunan yang cukup aneh yang menurut para penggalinya tempat ini digunakan sebagai tempat pembakaran mayat. Hal tersebut dikarenakan di dalam perigi ditemukan bekas-bekas pembakaran. Hal lain yang menarik berupa peninggalan-peninggalan seperti arca, stupa dan stupika. Peninggalan-peninggalan tersebut menjadi bukti fisik bahwa pada zaman ini kehidupan dan kepercayaan multikulturalisme sangat kental dan menunjukkan prinsip toleransi dan harmoni yang mengakar.
Sejak pertama pemugaran situs ini pada tahun 1038 yang dilakukan oleh F.D.K Bosch, N.J. Krom dan W.F Stutterheim. Pemugaran berlangsung sampai dengan 1973, kemudian penanganannya diambil alih oleh bangsa Indonesia dan pada tahun 1995. Situs ini dicalonkan menjadi warisan budaya dunia UNESCO. Namun, setelah candi Borobudur dan candi Prambanan masuk dalam jajaran warisan budaya dunia UNESCO, maka pengelolaan candi Ratu Boko dijadikan satu bagian dengan kedua candi tersebut.
Sumber referensi:
Kempers, Bernet dan Soekmono., 1977. Candi candi di Sekitar Prambanan. Bandung: Penerbit GANACO N.V
Pramastuti, Herni., 2008. Candi-candi di Yogyakarta: selayang pandang. Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H