Mohon tunggu...
Celonyta Calysta
Celonyta Calysta Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

memiliki hobi di dunia seni peran dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Arm Races di Asia, Akankah Korut Menjadi Negara Superpower?

9 Mei 2023   06:57 Diperbarui: 9 Mei 2023   07:41 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

    

 Ketika mendengar istilah "negara super power", maka yang terlintas di benak sebagian besar orang adalah Amerika Serikat dan Rusia. Kondisi ini tidak mengherankan, sebab kedua negara tersebut memang menjadi negara adidaya semenjak Perang Dunia Dua dan Perang Dingin berlangsung hingga kini. Harus diakui bahwa pengaruh Perang Dunia Dua dan Perang Dingin memang besar, salah satu fenomena bersejarah dalam dunia internasional itu mampu menyebabkan Amerika Serikat dan Rusia dikenal dengan aliansi militer dan sistem pertahanan negaranya yang kuat, dunia internasional bisa melihat kekuatan yang dimiliki melalui kepemilikan senjata nuklir yang berhasil menciptakan berbagai konflik maupun ketakutan di sekitar wilayah yang bersangkutan.

           Kuatnya pertahanan militer yang dimiliki oleh Amerika Serikat dan Rusia memang tak jauh dengan eksistensi senjata nuklir. Memangnya, apa yang dimaksud dengan senjata nuklir itu? Mengapa kepemilikan senjata nuklir dianggap sebagai sebuah sistem pertahanan yang kuat? Lalu, apakah negara dengan kepemilikan senjata nuklir selain Amerika Serikat dan Rusia mampu disebut sebagai negara super power atau bahkan mengalahkan negara super power yang saat ini dianggap paling adidaya? Terakhir, apakah mungkin kawasan Asia akan menjadi kawasan negara--negara super power dan terlibat dalam The New Arm Races, khususnya Korea Utara?

     Mungkin pertanyaan--pertanyaan di atas dapat dijawab diawali dengan sejarah penggunaan senjata nuklir terlebih dahulu. Di tahun 1945, Amerika Serikat berhasil membangun senjata nuklir pertama. Tak lama setelah peristiwa itu terjadi, tepatnya pada tahun 1949, Rusia (yang pada masa itu dikenal dengan sebutan Uni Soviet) turut menciptakan bom nuklir pertamanya. Lantas, mengapa seolah kepemilikan senjata nuklir oleh Amerika Serikat dan Rusia dimaknai sebagai suatu fenomena langka? Hal ini karena senjata nuklir sendiri hanya dimiliki oleh negara tertentu dan menjadi senjata yang penggunaannya tidak hanya mengancam keamanan negara yang terlibat, tetapi juga kawasan sekitarnya, bahkan dunia internasional itu sendiri. 

      Ancamam yang muncul dari penggunaan senjata nuklir membuat banyak lembaga sampai institusi nasional mengawasi negara yang memyimpan senjata nuklir sebagai persenjataannya, termasuk di antaranya Amerika Serikat, Rusia, Cina, Prancis, Inggris, India, Israel, Pakistan, dan Korea Utara. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa negara--negara yang bersangkutan tidak menyalahgunakan senjata nuklir yang dimiliki sehingga menimbulkan banyak korban dan kerugian lainnya. Lalu, di antara negara--negara yang disebutkan di atas, mana yang memiliki senjata nuklir paling banyak? Nampaknya, Rusia masih memimpin sebagai negara dengan kepemilikan senjata nuklir terbanyak yang kemudian disusul oleh Amerika Serikat. Tak mengherankan apabila kedua negara ini telah beberapa kali berkonflik di masa lalu dan bahkan hingga kini posisi di antara keduanya belum stabil karena muncul berbagai prediksi konflik yang akan muncul di masa depan.

        Lantas, dimana kah posisi Korea Utara? Apabila Rusia dan Amerika Serikat masih memimpin status arm races, mengapa Korea Utara digadang--gadang menjadi sebuah negara yang mengancam? Perlu diketahui rupanya posisi kepemilikan senjata nuklir di Korea Utara menempati urutan terakhir di antara kesembilan negara yang disebutkan di atas, yaitu berjumlah 20 senjata nuklir. Selain itu, perlu dipahami bahwa Korea Utara cenderung dianggap sebagai "ancaman" oleh Korea Selatan, bukan negara adidaya seperti Rusia dan Amerika Serikat. Sehingga, ancaman Korea Utara bisa dikatakan bukan diukur karena kepemilikan senjata nuklirnya, melainkan memang terdapat latar belakang historis dan politik antara Semenanjung Korea.

          Di sisi lain, Amerika Serikut lebih merasa terancam dengan negara asia pemilik senjata nuklir lain, yakni Cina. Menurut beberapa sumber lain, Cina diprediksi akan memperkuat ketahanan militernya tiga puluh kali lipat dibanding saat ini. Sehingga, apabila prediksi ini benar, maka arm race di kawasan Asia akan lebih rentan terjadi dibanding saat ini yang memang cenderung berfokus ke negara Asia Timur seperti Cina dan Jepang. Masa depan dunia internasional tidak ada yang bisa diprediksi secara pasti, namun manusia bisa memperkirakan bahwa arm race di kemudian hari tidak hanya melibatkan AS dan Rusia lagi secara garis besar, karena ada potensi bahwa negara lain turut terlibat, termasuk Korea Utara sendiri. Namun, apabila dilihat berdasarkan kondisi saat ini, potensi Korea Utara masih kecil dibanding Cina untuk menjadi negara super power.

          Bahkan mungkin apabila Korea Utara meningkatkan ketahanan militernya, lagi--lagi yang merasa terancam adalah Korea Selatan sebagai negara yang mempunyai sejarah dan konflik politik--militer dengannya. Karena saat ini, Cina masih menjadi negara di Asia yang berpotensi sebagai ancaman terbesar negara adidaya seperti Amerika Serikat, terlebih Cina mempunyai latar belakang ideologi yang sama dengan musuhnya sejak Perang Dunia Dua, yakni Rusia atau Uni Soviet. Kesimpulannya, dinamika arm race di masa mendatang berpotensi cukup besar menyelimuti kawasan Asia dan tidak hanya berpusat pada Amerika Serikat dan Rusia. Namun, Korea Utara bukan negara yang diprediksi akan menjadi negara super power (atau mungkin tidak dalam waktu dekat), karena sampai saat ini, kekuatan yang dimiliki Cina masih dianggap lebih unggul.

         Masa depan dunia politik dan militer internasional memungkinkan julukan negara super power tidsuperak lagi diduduki oleh Rusia dan Amerika Serikat sebagai peringkat pertama dan kedua. Meskipun keduanya memang sangat kuat dari banyak hal, namun perkembangan teknologi akan terus mendorong negara lain turut bergerak maju dan mungkin akan melampaui negara--negara adidaya. Hal ini bisa saja dialami Cina, Korea Utara, maupun negara Asia lainnya. Namun, asumsi lain yang mucul mengatakan bahwa negara Korea Utara tidak akan semudah itu mengalahkan Amerika Serikat dan Rusia sebagai negara adidaya dengan kekuatan nuklir yang dimilikinya saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun