Riana only a human.  Air mata mengalir deras, kala satu persatu rekan Little Indonesia yang dilayani dan dikasihinya harus berpulang ke rumah Bapa. Beragam usia mereka yang berpulang, diantaranya Tiffany, gadis muda yang berusia 18 tahun, ada pula seorang kanak-kanak kecil bernama Janice, berusia 4 tahun, lalu Bp. Adrian berusia 47 tahun, dan lain-lain, mengingatkan betapa singkat sesungguhnya kehidupan kita di dunia ini.  Riana memandang kehidupan ini adalah anugerah serta kemurahan Yang Maha Kuasa semata. Umur ada di tangan Tuhan. Selama Riana hidup, ia rindu untuk terus berbuah, berbagi kasih semampunya kepada sesama.
Dari 15 pasien transplan leukemia Indonesia yang dilayani Riana sejak tahun 2013 di RS. NUH, 6 diantaranya relapse (kambuh kembali), termasuk Riana. Dan tersisa Riana seorang pasien relapse yang tetap bertahan.  Bagi Riana, hal ini bukan berarti bahwa ia lebih dikasihi Tuhan sehingga napas masih dikandung badan, namun Riana mengimani hal ini dikarenakan tugasnya belum selesai di dunia ini. Artinya, banyak hal yang belum tuntas Riana kerjakan untuk ladang Tuhan dan sekitarnya. Sebaliknya tugas mereka telah selesai dan mereka telah berbahagia saat ini di surga.
Dengan dukungan suami terkasih serta keluarga besarnya, Riana telah menjalani 20 kali kemo berat ditambah 42 kali kemo yang disuntikkan di perut, serta 13 kali bonemarrow biopsy (prosedur pengambilan sample dari tulang sumsum) sejak tahun 2013-2015.Â
Pada tahun 2014, Riana diundang untuk mengisi sebuah wawancara dan berbagi kesaksian di acara Radio RMC, Surabaya.
Selama tahun 2013-2016, selama fisiknya memungkinkan Riana kembali bertugas sebagai penginjil di GKI Dasa, Surabaya.
Awal tahun 2016, sebuah stasiun radio Jakarta, yakni Heartline 100,6 FM mengundangnya untuk berbagi kesaksian di radio Heartline dalam acara Hope For The Heart.
Dalam bulan February 2016 mendatang ia akan meluncurkan dua buah bukunya. Yang pertama berjudul Malaikat Tak Bersayap, penerbit Bamboo Bridges, Jakarta. Sebuah buku yang berisikan 20 kisah inspiratif yang ditulisnya bersama dengan empat teman wanita di Facebook, yang saat proses penulisannnya mereka belum pernah berjumpa di dunia nyata. Mereka berlima menemukan kecocokan satu sama lain, dan hanya berdasarkan chemistry jadilah naskah buku tersebut.
Salah seorang rekan penulisnya adalah single parent yang suka menulis. Wanita ini memiliki dua putera yang masih kecil. Hal itu pula yang membuat Riana tergerak untuk menulis buku bersama, karena dinilainya akan menumbuhkan semangat rekannya itu yang menghadapi kepahitan hidup. Dengan menulis buku bersama, Riana berharap bisa menghibur dan menguatkannya.
Buku Riana yang kedua, berjudul Iman Diatas Garis, penerbit Andi, Yogyakarta. Sebuah buku yang ditulis karena permintaan dari lembaga SOS (Sahabat Orang Sakit), yang mana buku tersebut berisikan tentang kesaksian hidupnya serta pelayanannya, dan hasil penjualan buku tersebut seluruhnya akan dialokasikan untuk amal pengobatan bagi pasien survivor kanker Indonesia di Guang Zho, Chinna.
Selama tahun 2013 sampai sekarang, Riana aktif berbagi kesaksian di sosial media, Facebook. Accountnya yang menggunakan nama asli Meriana Rungkat, berisikan tak selalu tentang sakitnya, namun sering kali tentang parenting, tentang hubungan couple, dan lain-lainnya yang membangun dan menginspirasi pembacanya.Â
Dibalik tulisan-tulisannya itu, Riana menuai banyak teman-teman baru. Banyak diantara mereka bahkan kemudian konseling pribadi dengannya melalui inbox messager, WA maupun BBM, tentang seputar anak, keluarga dan lain-lain yang dilayaninya dengan antusias selama fisik memungkinkan. Riana bersyukur, kalau dirinya yang sakit bisa menjadi berkat bagi yang lainnya.