Vaksinasi adalah cara paling ampuh dalam kasus COVID-19, melindungi orang-orang dari infeksi COVID-19. Kasus COVID-19 telah menimbulkan kekhawatiran bebagai kalangan, terutama masyarakat. Melihat lonjakan yang cukup pesat menciptakan kekhawatiran semakin terasa begitu juga dengan kurangnya kesiapan elemen-elemen yang cukup untuk "melawan" virus COVID-19. Langkah strategis harus dengan cepat diambil oleh pemerintah melihat persebarannya yang tidak bisa dianggap lambat dengan menerapkan kebijakan antisipasif untuk emengatasi dampak yang ditimbulkan dari COVID-19.
Seiring berjalannya waktu, vaksinasi COVID-19 dijadikan "kewajiban" di berbagai negara dan organisasi meskipun di lain sisi, dengan adanya akses dan pemberian secara gratis, terdapat bukti di beberapa negara sebagian orang memilih untuk tetap tidak divaksinasi. Perdebatan seputar vaksinasi tersebut dibuat bahwa otonomi, kebebasan sipil, dan hak-hak individu bertentangan dengan perlindungan kesehatan masyarakat dan upaya mencapai imunitas populasi.
Banyak tindakan atau jenis perilaku diamanatkan untuk melindungi kesehatan dan imunitas oleh pemerintah dan lembaga-lembaga. Seperti contoh di luar kewajiban vaksinasi, kewajiban untuk mengenakan sabuk pengaman dan helm, inspeksi layanan kesehatan bagi restoran, dan sebagainya. Pemerintah dan institusi juga memiliki Riwayat mewajibkan vaksinasi sebagai syarat untuk bekerja di lingkungan tertentu. Hal ini tentu benar secara etis, hanya bertentangan dengan nilai kebebasan dan otonomi individu. Meskipun begitu, tidak serta membuat intervensi kebijakan menjadi tidak dapat dibenarkan, kebijakan yang membatasi dapat menimbulkan kontroversial karenanya harus dibenarkan dengan memajukan tujuan sosial lain yang berharga.
Secara teori, pertimbangan penerapan vaksinasi COVID-19 wajib diterapkan di seluruh populasi dapat dilakukan oleh pemerintah dengan pendekatan selektif yang dimaksudkan untuk memberi perlindungan terbesar. Selain persyaratan dari pemerintah, berbagai perusahaan khususnya pekerja kesegatan menjadi fokus perdebatan. Alasan utama yang menyebabkan mandat vaksin paling awal diterapkan bagi pekerja kesehatan secara global adalah (1) perlindungan tenaga sebagai garda terdepan; (2) pencegahan wabah yang terkait dengan pekerja kesehatan; dan (3) membangun kepercayaan publik terhadap vaksinasi.
Bentuk kontemporer dari "vaksinasi wajib" menjadikan vaksinasi sebagai syarat dalam hampir seluruh lingkungan atas partisipasi dalam kegiatan tertentu. Biasanya mengizinkan pengecualian seperti medis yang diakui oleh pihak berwenang yang sah terlepas dari "kewajiban" ; orang tidak dipaksa untuk divaksinasi. Namun, kebijakan vaksinasi wajib membatasi pilihan individu dengan cara yang cukup sulit; membawa konsekuensi. Selain itu, WHO telah mengeluarkan pernyataan posisi bahwa otoritas nasional dan operator transportasi tidak harus mewajibkan vaksinasi COVID-19 sebagai syarat perjalanan internasional.
Pertimbangan-pertimbangan berikut harus diikuti dengan evaluasi secara eksplisit dan diskusi melalui etis analisis oleh pemerintahan dan/atau pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan mandat vaksinasi COVID-19 secara ilmiah, medis hukum dan praktis yang relevan berdasarkan bukti yang terus berkembang.
1. Kebutuhan dan proposionalitas
Vaksinasi wajib harus dipertimbangkan hanya jika diperlukan dan proposional dengan suatu tujuan sosial atau institusional yang penting. Jika demikian, tujuan tersebut dapat dicapai dengan intervensi kebijakan yang dapat diterima.
2. Keamanan vaksin yang terbukti
Vaksin COVID-19 harus menunjukan data bahwa vaksin telah terbukti aman pada populasi yang akan diwajibkan menggunakan vaksin tersebut, dalam kata lain, mendapat kepercayaan populasi terlebih dahulu.
3. Efektivitas vaksin