Adanya rasisme dalam keseharian dunia menjadi bukti seberapa pengaruh rasisme membentuk masyarakat modern. Bagaimana representasi ras, etnis, dan kebangsaan tidak pernah dalam kategori netral, melainkan menurunkan historis berkaitan dengan superioritas dan inferioritas. Contohnya orang-orang Eropa yang menganggap dirinya "Putih" dan lebih dari orang yang berkulit lebih gelap.
3. Kurangnya Edukasi dan Kesadaran
Edukasi atau pendidikan berperan penting dalam rasialisme. Realitas empiris dan statistik menyatakan bahwa orang kulit hitam menghadapi kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan, namun tidak sedikit orang kulit putih menganggap sebaliknya bahkan lebih sejahtera dibandingkan mereka. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai sejarah kritis khususnya rasisme masa lalu dan mengakibatka ketidaktahuan hingga melegalkan sikap bias.
4. Rasisme Dihasilkan oleh Seleksi Preferensial
Representasi sejarah memiliki berbagai sudut pandang yang juga mengubah pola pikir dan pandangan terhadap dunia. Representasi ini merupakan contoh bahwa rasisme diproduksi melalui preferensi dan seleksi dikarenakan perepresentasi bertahan pada apa yang dipercaya dan keinginan populer, dengan kata lain memihak atau tidak netral. Bagaimana orang memilih representasi dari masa lalu dan menolak untuk memilih prefensi diluar prefensi miliknya, sehingga beriventasi dalam realitas rasisme yang melayani pertahanan dominasi ras tertentu.
Manusia pada dasarnya merupakan sebuah subjek dari suatu moralitas publik politik yang dalam gagasannya menganggap bahwa setiap manusia merupakan subjek perhatian global (Charles R. 2009:147). Amerika merupakan salah satu negara yang menjadi titik awal pembentukan kebijakan mengenai hak asasi manusia, namun hal itu belum dapat membuktian bahwa HAM di Amerika terealisasikan secara merata. Dapat diketahui bahwa Amerika merupakan negara yang paling gempar untuk menyuarakan protes protes yang berkaitan dengan kesetaraan hak seperti "Black Lives Matter" dan "Stop Asian Hate", tapi itu tidak berarti kasus rasisme yang ada di Amerika menjadi berkurang begitu saja, karena sejatinya kasus rasisme merupakan bentuk diskriminasi yang sifatnya rasial yang sudah lama terjadi dan mengakar pada masyarakat di Amerika.
Terjadinya pandemi Covid- 19 yang bermula di kota Wuhan, China, memperparah kasus Asian Hate di Amerika. Pandemi tersebut meningkatkaan kebencian, xenophobia, dan prasangka buruk kepada orang Asia- Amerika terutama keturunan etnis Tionghoa di Amerika karena menganggap bahwa China lah yang menyebarkan virus tersebut. Menurut data dari FBI, kejahatan yang berhubungan dengan Asian Hate meningkat menjadi 70% pada tahun 2020. Mereka melaporkan bahwa terdapat 279 kejahatan rasial yang terjadi terhadap orang Asia pada 2020. NBC Asia Amerika pernah bekerja sama dengan forum pelaporan online AAPI atau Asian American Pasific Islander bahwa setidaknya pada 18 hingga 27 Maret 2020, terdapat setidaknya 650 laporan langsung tentang diskriminasi yang dialami oleh orang Amerika keturunan Asia. Sebagaimana yang dilansir dari theconversation.com, bahwa dalam kurun waktu 30 tahun terdapat laporan atas kasus serangan Asian Hate sebanyak 210 kasus dengan rata- rata terjadinya 8,1% per tahun. Namun, semenjak adanya pendemi Covid- 19, kasus serangan Asian Hate melonjak menjadi sekitar 163 kasus dengan rata- rata terjadinya 81,5% per tahun.
Akibat dari penyebaran Covid- 19 di Amerika meningkatkan sentimen terhadap Asian Hate dan kemudian berlanjut ke ranah pemerintahan. Amerika Serikat menyudutkan China atas penyebaran pandemi tersebut dan membuat narasi mengenai virus tersebut dengan menyebutnya "China Virus" atau "Kungflu China" yang dilakukan oleh presiden Amerika Serikat pada tahun itu, Donlad Trump. Hal itu mendorong respon mengenai kecaman xenophobia, islamophobia, dan juga white supremacy. Respon media barat dengan ikut menyebarkan missinformasi mengenai Covid- 19. Media barat seringkali dianggap sebagai alat propaganda dan Amerika serikat merupakan sarana bagi media barat untuk menyebarkan informasi. Media propaganda sendiri akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan kepada masyarakat, sehingga membuat mereka bingung mana yang harus dipercaya dan yang tidak harus dipercaya. Dapat dikatakan, media propaganda melihat bahwa akan selalu ada ancaman dari luar dan hal itu dibuat sedemikian rupa sehingga menimbulakan kecemasan dari masyarakat.
Amerika Serikat selalu menganggap China sebagai suatu anacaman. Ancaman tersebut berupa dilema posisi dominan yang dimiliki oleh Amerika Serikat sebagai negara yang berkuasa terhadap sistem internasional. Amerika Serikat melihat adanya potensi dari China untuk tumbuh dan bangkit menjadi negara penguasa. White supremacy kemudian muncul sebagai pandangan bagi Amerika Serikat dengan tujuan untuk pencegahan perubahan perekonomian dan politik Amerika Serikat dengan dominasi peran dari pekerja kulit putih. Hal tersebut membuat cara berpikir yang rasis, dimana terdapat diskriminasi dalam menjalankan peran dalam sistem politik, hukum, dan ekonomi hanya boleh dilakukan oleh orang kulit putih dan merupakan hak mereka.
Rasisme merupakan fenomena sosial berbentuk keyakinan dalam melegalkan diskriminasi di berbagai lapisan dan aspek masyarakat. Secara umum dikendalikan oleh historis mempertahankan ketidakadilan rasialis dan membentuk struktur sosial. Adanya Asian Hate merupakan sebuah bentuk mispersepsi yang dibuat oleh Amerika Serikat. Hal itu berhubungan dengan Amerika Serikat yang menganggap China adalah sebuah ancaman. Ancaman tersebut menjadi sebuah tanda bahaya bersamaan dengan adanya pandangan tentang white supremacy yang hadir di dalam politik Amerika Serikat. White supremacy sudah menjadi keyakinan yang mengakar pada cara berpikir masyarakat yang berada di Amerika Serikat. Pandangan tersebut seakan sudah menjadi doktrin dalam membuat kesimpulan yang didasari oleh keyakinan mereka sendiri, dan mereka memanifestasikan hal tersebut ke dalam lingkungan yang monolitik. Hal kebudayaan juga merupakan faktor terkuat sulitnya rasisme diberantas. Adanya anggapan bahwa rasisme adalah budaya yang mendasar.