"Praak!" tetiba si waitress melempar daftar menu ke meja. Belum sempat bertanya, wanita cantik itu melengos, cuek.
"Air putih, air putih, nih!" teriaknya
"Ntar!"
Seru! Hampir semua bernada sopran. Itu percakapan di salah satu restoran terbilang baru di Jakarta. Unik juga ya. Restoran berkonsep out of the box. Cari sensasi. Jauh dari napas hospitality.
"Sabar!, kalau gak mau sabar, pulang!" kata waitress itu lagi.
"Ih ngeri datang ke resto ini", ujar temanku yang introver. Tapi begitulah, tamu dilarang baper. Kalau baperan atau saat kawan wanitaku PMS (Post-Menstrual Syndrome), semoga tak timbul masalah.
Kira-kira mengapa konsep restoran dibuat sedemikian aneh, seolah menyimpang dari prinsip keramahtamahan?
Yang jelas, setelah muncul, publik dibuat penasaran. Ingin merasakan suasana dijudesin. Seperti apa sih teriakan pramusaji itu didengar? Kita akan cuek, tertawa-tawa atau membalas omelan para waitress itu?
Bagi para lakon alias karyawan-karyawati, konsep ini jelas dan dimengerti. Ada peran judes, jutek, dan marah-marah. Tak berapa lama lalu viral.
Karyawan tak hanya tampil judes, bete, jutek namun juga cerdas dan tanggap. Pintar berargumen kalau selisih pendapat, pandai mengelak alias ngeles.
Di balik itu semua, resto yang terdapat di berbagai kota di Australia dan Jakarta itu setidaknya berusaha menyajikan kualitas makanan di atas rata-rata. Tentu saja ingin tamu-tamunya ketagihan, hadir di tengah suasana hingar bingar dengan gaya norak.