Dalam tulisanku "Cara Menghadapi Pelanggan yang Ribet", Kompasianer Jepe Jepe di kolom komentar bertanya, ada gak sih pelanggan yang asyik yang akhirnya dijadikan sahabat?
Kalau ada jeruk purut, tentu ada jeruk manis. Nah, yang manis tidak hanya jeruk, pelanggan setia berjibun, bahkan jumlahnya berbanding terbalik dengan geng ribet.
Tak bisa ditawar lagi, keseharian sales marketer berada di seputar pelanggan (baca: tamu). Dengan berderet daftar nama pelanggan dalam sistem, akan diketahui siapa saja pelanggan yang tulus alias tidak berbelit-belit.
Pengelompokkan ini atas dasar bahwa pelanggan yang berkontribusi pasti menjadi langganan. Menjadi langganan adalah bagi mereka yang cocok, yang asyik-asyik aja.
Menurut perkiraan dari jumlah total pelanggan, hanya sekitar 10% saja tamu dari kelompok ribet.
Jadi dari 100 personal, 10 orang di antaranya geng ribet. Pelanggan yang ribet bukanlah fokus utama hotelier.
Namun ingat, meski hanya secuil kuku, mereka dapat menyiarkan kabar tidak sedap kepada pelanggan lain. Virusnya akan terdeteksi setelah kelupencibir (keluarga pencela dan pencibir) santer di media. Promosi dari mulut ke mulut ini yang membuat hotelier kudu waspada (alert).
Andai tersiar melalui ulasan di dalam aplikasi perjalanan yang menjadi ajang curhat, urusan bisa tambah ruwet.
Tayangan buruk akan menjatuhkan image dan reputasi hotel. Karenanya hubungan harmonis antara penjual dan pembeli dilimpahkan pada sales marketer. Top manajemen dan department head pun turut terlibat memberi perhatian.
Jeruk manis banyak dibeli orang. Pelanggan yang manis dan yang baik hati akan mendapat hadiah tak terduga. Pelanggan yang simpel dan baik hati menjadi incaran setiap penjual.
Keuntungan pelanggan menjalin hubungan baik dengan penjual: