"Ah, you work not serious!" ujar bos, setiba di kantor.
Dampak terapi kejut ini memberi manfaat di kemudian hari kala saya memimpin tim marketing. Saya berprinsip, takkan buruk sangka sebelum paham masalahnya.
Tahun berganti, bulan berputar. Nasib baik menuntun perjalanan karir di Ibukota. Kisah ini seakan baru saja berlalu kemarin sore.
"Saya tunggu hari Kamis nanti ya. Kalau saya sedang meeting, akan ditemani Renita," pesan Pak Reno general manager salah satu hotel di Jakarta.
Tiga hari berikutnya, saya tiba di Jakarta. Ibu Renita menyambutku. Hari itu, momen bersejarah sepanjang perjalanan karir. Saya menandatangani kontrak kerja di hotel berbintang 5.
Selama kurun 6 tahun saya bekerja di bawah kepemimpinannya. Pak Reno seorang yang cakap mendelegasikan pekerjaan kepada semua kepala departemen. Ia percaya, seluruh anak buah sanggup mengerjakan dengan penuh tanggung jawab.
Ada ubi, ada talas. Sebagai anak buahnya, hati dan pikiran menjadi tenteram dipicu ingin menunjukkan hasil terbaik. Pekerjaan terasa ringan sebab ia tak ragu mengajarkan ilmu kepada staf yang berpengetahuan cetek.
Pak Reno yang berdarah Indonesia Belanda, juga tak pernah jaim (jaga image), pun tidak gila hormat. Setiap staf menaruh hormat. Ia berkarisma. Apakah ia pemimpin berbakat?
5 Kriteria, cermin karakter jempolan
Selama berkarir dalam rentang waktu panjang, saya melihat nyata beragam karakter serta perilaku dari figur bos jempolan.
Namun dari sekian banyak karakter pemimpin agar menjadi bos yang baik, terdapat 5 sikap dan karakter yang menopang keberhasilan:
1. Pemimpin yang bertakwa kepada Tuhan YME. Mereka yang berakhlak baik mudah mendapat tempat. Inilah sebagai fundamen ia berkiprah dalam keseharian di lingkungan pekerjaan.
Bos yang temperamental akan ditaklukkan oleh fundamen ini. Emosi yang meledak-ledak sebagai alat pengukur dalamnya kadar spiritual.
2. Mendidik anak buah. Jika hanya main perintah, setiap individu mampu melakukannya.
3. Senang berbagi metode memecahkan masalah. Tidak pelit menurunkan ilmu dan kecakapannya kepada anak buah. Ia merasa harus lebih pandai dari anak buah.
Tidak ingin pintar sendirian. jika anak buah pintar dan cakap menangani pekerjaan, ini akan meringankan dirinya.
Pribadinya terpicu untuk selalu mengembangkan diri (self development) sebab ia harus menguasainya sebelum menurunkan pada anak buah.
4. Mendelegasikan pekerjaan. Percaya yang akan dikerjakan anak buah karena hasil ajaran dan didikannya (transfer knowledge).
5. Perhatian terhadap anak buah.
Ketika kedua anak rawat inap karena demam berdarah, atasanku membesuknya. Kami senang sang bos menjenguk ke rumah sakit. Ia bahkan menyuruhku libur hingga anak sembuh.
Karena momen inilah, saya belajar bagaimana berempati menghadapi staf yang dilanda kesedihan atau masalah keluarga. Kehadirannya memberi rasa aman.
Jangan lakukan ini
Saya mengamati, tidak sedikit pemimpin jatuh dalam karirnya. Ada yang jatuh berkeping-keping, ada pula yang lambat laun integritas dan kredibilitasnya padam.