Ivan sudah dua hari tidak masuk kerja, katanya sakit demam. Surat keterangan sakit dari klinik kesehatan tertera istirahat selama 3 hari.
Hari ke-4, seharusnya Ivan masuk, tapi tak tampak batang hidungnya. Menginjak hari ke-5, dua anggota tim diutus membesuknya. Tim sudah menelpon tapi gawainya selalu mati. Panggilan Reina, sang supervisor pun tak bersambut.
"Sudah 2 hari di Surabaya," cerita sang ibunda.
Kesal tak mendapat jawaban, Reina menyampaikan kepada Bu Ana di Human Resources Department (HRD).
Kelanjutan kisahnya, Ivan kembali ke kantor setelah seminggu meliburkan diri. Tentu saja, ia diberi peringatan meski 3 hari izin sakit disambung 4 hari cuti dengan dalih (menodong) ambil sisa cuti tahunan.
Keputusan datang tiba-tiba, Ivan mengajukan resign tepat di hari itu sebelum menerima surat peringatan dari HRD. Ivan memiliki konduite serta integritas buruk oleh karena peristiwa ini.
Izin sakit dapat dijadikan 1001 alasan. Kata pepatah, "you will tailor a lie to another lie", terjemahan bebasnya, "satu kali berbohong, akan muncul rangkaian kebohongan lainnya". Jawaban yang lancar dari si penanya, pertanda jauh dari kebohongan. Bila ia menjawab gelagapan karena grogi, mungkin menyimpan sesuatu.
Alasan sakit memang lebih dapat diterima manajemen perusahaan ketimbang izin cuti. Cuti kerja biasanya disesuaikan kondisi perusahaan, kecuali dengan alasan sudah membeli tiket transportasi. Ini yang menjadi bemper sebagian besar staf yang ingin berlibur.
Pengajuan cuti kerja sebenarnya tidak ribet, cuma kesal menunggu keputusan atasan dengan pertimbangan jalannya roda bisnis harus lancar.