Dua kali makan siang bersama denganku, Roy tampak biasa saja menurutku, tak tampak arogan. Sebagai seorang suami yang jauh dari istri dan 2 anak di pulau seberang, ia bercerita pendek saja padaku.
"Ya, untunglah aku bernasib mujur," katanya. Ia baru saja bergabung 5 bulan di hotel itu.
Latar belakang karier yang kelam
Suatu hari, rasa penasaranku menjadi-jadi. Perangainya yang aneh dan sikap yang sok tahu, sok pintar bahkan selalu turut campur operasional departemen lain, membuat saya tergerak mengorek sampai ke akarnya.
"Aku pernah jobless 4 tahun, masa sukar Bu," ujarnya, memulai percakapan saat saya tanya keluarga dan asal, tanpa kesan menyelidik.
"Kenapa bisa jobless?" tanyaku.
"Biasa, gak cocok dengan manajer!"
Aha, awal yang bagus mengenal dirinya. Saya pun berhati-hati akan pertanyaan berikutnya.
"Studiku SMA aja, ya begitulah, ke sana kemari, nyangkut di sini."
"Oh..."
Saya berusaha memahami alasan ia selalu sewot dan sinis padaku, dalam setiap kesempatan. Baginya, pendatang baru, kalau bisa, diajar sekaligus dihajar. Duh, pikiran usang, zaman kiwari bukan masa pelonco kan?
Menurut Manajer SDM, ia pernah juga mendepak seorang manajer sebelum posisi itu kududuki, tanpa sepengetahuannya.
Waktu berlalu. Tak terasa, saya menuju hitungan 2 bulan bekerja di sana.