Kisah yang tak boleh terulang
Suatu hari saya berjumpa dengan hotelier dari luar Jakarta. Saya sapa saja, biasalah merasa sebagai satu keluarga.
Setelah bertukar kartu nama, sungguh terkejut, kartu nama, nomor handphone, dan e-mail dicoret tak karuan, ditimpa tulisan tangan.
Hindari coretan atau tempelan tulisan pulpen di kartu nama. Tak elok dipandang.
Ada lagi peristiwa lain sebagai pelajaran. Mr. Brian, mantan bosku mengajakku ke suatu perusahaan guna berkenalan.
Perjalanan cukup jauh dari hotel. Tiba ditujuan, oh, cari kartu nama di kantong kanan dan kantong kiri, tak ditemukan. Ia pun tak dapat mengeja nama yang akan ditemui.
Ia juga tidak mencatat nomor kontak ke dalam gawainya. Wah, saya sulit menceritakan kepada resepsionis. Yang ia ingat adalah seorang di bagian manajemen, sedangkan perusahaan itu besar sekali.
Manager umum? Bukan. Direktur? Bukan juga. Wakil presiden? Tidak. Seketika suasana di resepsionis seperti acara tebak-tebakan.
Setelah banyak pertanyaan, akhirnya kami bertemu dengan Ibu Ayudwiningtyas. Meski singkat karena sang tuan rumah telah menunggu lama. Duh.
Ya, gegara kartu nama, berakhir tak menyenangkan, diliputi kebingungan karena percaya diri yang berlebihan. Menyebut nama Ayudwiningtyas saja tak sanggup.
Dalam perjalanan pulang, saya iseng bertanya, di mana kartu nama itu terselip. Entah, ia pun tak tahu.
Jangan anggap kartu nama hal sepele, jikalau tak mau rencana kita berantakan.
Begitu cermatnya seorang sales admin harus menyusun data pelanggan di zaman baheula yang masih serba manual. Karena itu seorang admin harus benar fokus hanya pada updating database dan tidak mengurus pekerjaan lainnya.