Genap 2 bulan, Ratih meninggalkan Pulau Dewata. Kedatangannya di Jakarta demi meningkatkan karirnya sebagai terapis pijat (therapist massage) di hotel berbintang. Ia didapuk sebagai terapis supervisor.
Massage therapy, bahasa Indonesianya terapi pijat artinya proses pemijatan yang dilakukan pada anggota tubuh. Dengan embel-embel spa, maka artinya terapi pijat yang perawatannya lebih lengkap, misal ditambah mandi bunga, lulur.
Tujuan terapi ini untuk menyegarkan kembali pikiran, tubuh, jiwa. Demikian terapi pijat profesional sejatinya dilakukan oleh seorang terapis yang trampil serta bersertifikat.
Tim pemasaran turut andil dengan keberadaan outlet terapi pijat di hotel. Sasarannya membantu menaikkan penghasilan hotel. Tim berperan mempromosikan dan memasarkan walau tidak tercantum dalam job desk.
Keberadaan outlet terapi pijat di hotel tidak hanya sebagai fasilitas tambahan namun juga sebagai aksesori hotel. Ketika para tamu terpenuhi kebutuhan lahiriahnya, itulah kepuasan pelayanan yang hakiki.
Pandangan miring terhadap terapi pijat di hotel kerap dianggap jasa untuk melayani kepuasan hasrat pribadi tamu. Stigma yang harus diluruskan.
Benarkah demikian?
Suatu malam, seorang tamu pria di kamar menelpon resepsionis. Waktu menunjukkan pukul 21:40.
"Dek, saya mau pijat, jam berapa tutup?"
"Tutup satu jam lagi Pak, last order pukul 22:00"
Ratih bertugas bersama 4 staf di ruang spa-nya yang kecil. Empat matras diperuntukkan pelayanan di tempat. Rias wajah tipis, berseragam rapih dan tentu saja bau badan natural, tidak berparfum menyengat, sesuai standar penampilan.
Malam itu seorang staf sedang bertugas di ruang spa dan 3 staf sedang berada di kamar pemesan. Ratih bergegas meninggalkan ruang spa lalu menuju kamar sang tamu.
Dua puluh menit lebih dari waktu kesepakatan, Ratih belum muncul di outlet. Lima menit kemudian ia muncul dengan wajah cemberut sambil mengomel.
Apa rata-rata keluhan terapis pijat?