"I'm so sorry," ujarnya sambil memegang tanganku. Permintaan maaf diterima namun hati terluka.
Akhirnya kami masing-masing terdiam. Malam itu kencan gagal. Barangkali esok berubah pikiran, pikirku.
Esoknya pulanglah Ray ke Singapura karena pekerjaan telah rampung.
Beberapa jam setelah pesawat mendarat di Singapura, saya menerima e-mail darinya. E-mail yang sangat panjang berisi permohonan maaf.
Sebagai insan tak sempurna, saya memaafkan kejadian kemarin. Akhirnya kami menyambung lagi hubungan yang telah hambar itu.
Busuk kerbau, jatuh berdebuk, lama kelamaan saya paham perangai Ray yang temperamental, cepat naik darah. Kerap ketegangan menjadi pemicu.
Akhir dari suatu kisah, cukup sampai disitu. Kami menjalaninya hanya 8 bulan setelah kencan pertama. Bila dipaksakan belum tentu langgeng.
Ray mengancam, saya tak bergeming. Anggap angin lalu saja. Saya memang sedih, namun apa daya bila selalu meradang. Harapan menjalin kasih harus kandas.
Batu manikam sekalipun dijatuhkan ke dalam limbahan niscaya tidak hilang cahayanya. Orang yang asalnya baik, tabiat, kelakuan dan budi bahasanya pun tetap baik.
Kencan itu asyik! Memicu adrenalin. Melalui hubungan pertemanan yang berlanjut lebih akrab lalu siapa tahu menuju tahap serius.
Proses menemukan kecocokan diantara dua hati. Apakah obrolan nyambung atau adakah chemistry diantara keduanya? Apa hobi masing-masing?