Benarkah?
Publik memandang gelar sebagai pelengkap, menaikkan derajat baik pribadi maupun keluarga. Maka tak heran ayah ingin agar kita semua mendapat gelar sarjana. Ketika itu, gak terpikir jadi sarjana apa.
"Masuk fakultas hukum saja, nak"
Ya sudah. Kuturuti keinginannya. Saya kurang ngerti jadi sarjana macam apa yang ayah impikan. Belum dapat gambaran saat itu. Mungkin juga kurang wawasan, maklum medsos belum seheboh jaman now.
Tetiba, saya duduk di bangku kuliah, di fakultas hukum, jurusan pidana. Waktu senggang bersama kawan ke pengadilan, mengikuti gelar persidangan lalu membuat laporan. Pernah juga ke lapas. Pokoknya area-area terkait kriminal kusinggahi.
Yang asyik, saya belajar bahasa Belanda. Dosenku seorang professor, saya mahasiswi kesayangannya, karena selalu bernilai A.
Pada prakteknya, pandangan saya melihat tugas masing-masing jabatan itu seperti bukan impianku. Banyak kasus di persidangan yang kuikuti, membuat kepala pening. Saya sadar itu bagian dari pejabat berlabel hukum.
Lalu saya?
Uji kemampuan
Hari demi hari tetap kujalani. Tetiba, muncul keinginan uji kemampuan. Iseng aja, kawan memberi guntingan koran lowongan kerja dari satu hotel anyar di Bandung.
Itulah awal sejarah karirku. Dimulai dari nol. Modal nekat saja. Saya berada diantara semua kolega, berlatar pendidikan dunia perhotelan. Kecuali Lisa, seorang mantan perbankan. Jadi kami senasib., non-hospitality.