Eddie teman sekelasku di sekolah menengah pertama. Ibunda lahir di Yogyakarta dan ayahanda Rudy van der Molen, warganegara Belanda. Eddie lahir di Belanda.
Di kelas ia masuk geng super. Tampil di segala kesempatan, padahal bahasa Indonesianya masih semrawut. Maklumlah, ia datang setahun lalu, tampan, memikat perhatian kawan-kawan.
Ia cepat bergaul dengan siapapun. Tak ketinggalan, canda dalam bahasa gaul Sunda. Saat pertama Eddie datang, banyak pengagumnya termasuk diriku.
Suatu hari, Pak walikelas masuk bersama seorang pelajar pindahan dari negri Belanda. Namanya Lusi, blasteran Belanda - Indonesia.
Hari itu Lusi memakai baju krem tua, stocking hitam, rok hitam pendek, sepatu kulit warna coklat. Lusi bergincu padahal seumuran kita. Persis model di Elle magazine. Modis.
Eddie menemani Lusi sehari-hari sekaligus mengajarkan bahasa Indonesia. Jika ada pelajaran sulit, ia akan menerjemahkan, meski harus ku bantu juga akhirnya.
Tidak sulit bagi teman baruku ini untuk menyesuaikan diri. Dalam sebulan ia menguasai berbagai ilmu, bahasa Indonesia, pendidikan moral Pancasila, PSPB, pendidikan sejarah perjuangan bangsa.
Lama kelamaan, Eddie dan Lusi sangat akrab. Keduanya terang-terangan menunjukkan saling menyukai dihadapan teman-teman.
Dua bulan terlewati. Abrakadabra!, bentuk tubuh Lusi menjadi-jadi, tambun. Pipi tembem, pinggang melar, paha membesar. Eddie terheran-heran, kok badan Lusi penuh lemak?