Oh, lamunanku melayang.
Dua jam sebelum boarding, aku tiba di bandara. Melihat-lihat buku, tempat cedera mata. Makanan berat kuhindari 2 jam sebelum keberangkatan, kecuali roti untuk menahan lapar agar perut tidak bereaksi, mencegah sering ke kamar kecil. Minum secukupnya khusus selama 3 jam penerbangan.
Saat menuju pesawat, kupatuhi seluruh aturan. Tersenyum kepada pramugari, pramugara. Itulah kehebatan pelayanan kepada setiap penumpang. Bekerja setiap hari di ketinggian.
Tibalah take-off, aku hindari tidur di pesawat. Untung aku tidur lebih awal kemarin malam.
Hari nan cerah, langit biru mempesona. Melihat awan mengasyikan, anganpun tinggi melayang. Setinggi aku di kapal terbang. Fantasiku menjadi burung lalu menerobos gumpalan awan.
Gumpalan awanpun kelabu, oh mendung akan tiba. Tetiba hujan berkelebat, tampak kilat petir. Pesawat bergoncang, turbulensi. Penumpang panik. Syukurlah hanya sekejap, pesawatpun kembali normal.
Seorang anak kecil di belakangku duduk menangis terus-terusan. Sang pramugari membantu. Ibunda yang menggendong panik, tak kuasa menahan tangis sang anak. Mungkin buah hatinya sakit. Penumpang lainpun bersabar.
Sang pramugari membagikan makan siang. Aku makan sedikit saja dengan penutup pudding berwarna merah.
Selama perjalanan, aku tidak memikirkan apa yang akan kulakukan setelah mendarat nanti. Menjalani menit demi menit hanya tertuju kepada Sang Khalik saja.
Aku memandang gumpalan awan, mengaguminya sementara hati terpaut kepadaNya. Pikirku, apa yang akan kuperbuat bila tak sampai di sebrang. Aku luruskan antena jiwa dan roh.