Berulang kali seakan ia ragu dengan keputusannya, tapi kini saatnya menghitung hari. Bagi Tia disetujui atau tidak disetujui ia tetap akan meninggalkan hotel ini. Hotel Luxury yang telah bersamanya dalam suka dan duka. Hotel kebanggaan itu telah berusia 26 tahun, dibuka beberapa bulan sebelum Nera lahir.
Telah banyak waktu hilang bersama Nera. Ia ingin fokus pada putrinya menjelang hari perkawinan yang tinggal beberapa bulan lagi lalu membahagiakan putrinya sebelum meninggalkan Indonesia. Paul, seorang insinyur engineering, calon suami Nera akan memboyongnya ke Plymouth, England.
Pesta perkawinanpun digelar sederhana. Mereka hanya mengundang kerabat serta kawan dekat. Wito menginginkan pesta sederhana, selain tidak repot juga karena Nera dan Paul harus segera pergi ke Plymouth.
Tibalah waktu perpisahan itu.
"Nak, kabari mama setiba di sana ya" ujar Tia
"Ya mam, nanti Nera telpon mama. No worries mam, we will be all right"
Wito, Tia mengantar kepergian putrinya dan sang menantu ke bandara Soekarno Hatta. Hatinya dirundung sedih, melihat kepergian putri semata wayang yang akan segera meninggalkannya. Begitu pula Wito, ia terdiam sepanjang perjalanan menuju bandara.
Akhirnya air mata tak dapat tertahan. Tia, Wito dan Nera berpelukan erat. Nera berjanji akan kembali ke Indonesia di hari natal nanti.
"Paul, please take care of your wife" pesan Tia pada menantunya
"I will do, mom" sahutnya
Lembaran tissue karena air mata menumpuk di tas tangan Tia. Tia dan Wito terdiam sepulang dari bandara. Mereka berdoa agar putrinya selalu dalam lindungan Sang Pencipta.